ISLAM POLITIK DAN SPIRITUAL - Agungwi.files.wordpress

1y ago
4 Views
2 Downloads
3.67 MB
297 Pages
Last View : 19d ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Grady Mosby
Transcription

ISLAMPOLITIK DANSPIRITUALPENULISHAFIDZ ABDURRAHMAN(File ini: #1 tidak sama dengan edisicetaknya yang telah terbit, baik darikonten maupun lay out; #2 tidak dapatdijadikan rujukan pustaka) agungwi.wordpress.com

1Daftar isiPengantar - 2BAB IDOKTRIN ISLAM - 9Definisi Islam - 9Ruang Lingkup Ajaran Islam - 26Standar kebenaran agama dan Mabda - 38BAB IIMANUSIA DAN AGAMA - 51Hakikat Manusia Menurut Islam - 51Potensi kehidupan manusia – 54Kebutuhan Manusia kepada Agama -75Kepribadian manusia menurut Islam – 77Perbuatan Manusia Menurut Islam - 107BAB IIIKONSEPSI ISLAM 128Akidah Islam – 128Hukum-hukum Problem Solving dalam Islam - 207BAB IVMETODE ISLAM237Metode Menerapkan Hukum Islam - 242Metode Mengembangkan Islam - 264BAB VSUMBER KONSEPSI DAN METODE ISLAM 275Sumber dan Dalil Islamic Thought dan Method - 275Struktur Sumber dan Dalil Pemikiran Islam – 277Kesimpulan - 290Penutup KEWAJIBAN DAN TANGGUNGJAWAB POLITIKUMMAT – 291Realitas Kaum Muslimin dan Agenda Vital Ummat – 291Cara Membangkitkan Ummat Islam - 293Kewajiban Politik dan Tanggung Jawab Umat - 295

2PENGANTAR:Dr. Samih Athif Az-ZaynHafidz AbdurrahmanSaya ingin memberikan gambaran mengenai seorang Arab Baduwiyang hadir dalam sekali pertemuan dengan Nabi agung yang ummi.Baduwi itu meninggalkan beliau saw. dengan membawa keimanan kepadaIslam dan mampu menjadi pengemban dakwah Islam. Lalu bagaimana halini bisa terjadi?Memang, apa yang terjadi dalam majelis tersebut bisa terjadi dalamsekali pertemuan, yang dalam pandangan para pemikir disejajarkandengan mu‟jizat agung yang bisa terjadi bersamaan dengandisampaikannya al-Qur‟an yang mulia. Sesuatu yang hanya terjadi padapara Nabi yang mulia. Karena siapa pun yang merenungkan secaramendalam dan berusaha memahami aliran deras “air ma‟rifat” yangmempunyai berbagai saluran, yang mengalir deras dari lautan Islam,kemudian ingin menimbanya satu timba atau meneguknya sekali tegukan,tentu akan berhenti sejenak untuk berfikir dan merenung.Pertanyaan seperti ini pasti akan berputar dalam benaknya:Bagaimana caranya seorang Arab Baduwi yang tidak berpendidikan tibatiba dapat memahami Islam, mengimaninya lalu mengembannya kepadakhalayak ramai setelah pertemuannya yang hanya sekali denganRasulullah saw.?Semuanya ini terjawab dengan pengalaman Tufayl bin Amru AdDawsi, ketika beliau bertanya kepada Rasulullah saw.:“Saya telah mendengar dari Tuan kata-kata yang baik, sudilahkiranya Tuan menerangkan kepada saya tentang ajaran Tuan itu.”Tufayl pun kemudian menceritakan pengalamannya:“Ketika itu, Rasulullah saw. menerangkan kepada saya tentang ajaranIslam, kemudian beliau saw. membacakan al-Qur‟an kepada saya.Demi Allah, saya belum pernah mendengarkan kata-kata yang lebihbaik daripada ungkapan tersebut dan belum pernah saya menemukanajaran yang lain, yang dapat menandinginya. Setelah pertemuan itu

3saya memeluk Islam. Saya menyatakan kesaksian saya mengenaikebenarannya. Saya lalu menyampaikan (kepada baginda saw):„Wahai Nabi Allah, saya ini adalah orang yang dita‟ati di tengah kaumsaya. Saya akan kembali ke tengah-tengah mereka serta menyerukanIslam ini kepada mereka.”Saya tidak ingin menambah penjelasan mengenai persoalan ini,karena ini bukan merupakan tujuan pengantar buku ini.Kenyataan membuktikan, bahwa ketika seseorang membangun danmendirikan batasan tertentu dia harus mempunyai tujuan di balikpenentuan batasan tersebut. Yaitu adanya unsur kreasi (al-insyâ‟) danpengembangan (al-irtiqâ‟). Karena seseorang tidak akan dapat melangkahmenetapkan berbagai asas yang unik dan spesifik, kecuali ketika diamempunyai azam untuk melakukan kreasi dan pengembangan denganasas tertentu. Apakah batasan tersebut bersifat fisik, seperti menetapkanasas untuk bangunan sesuai dengan batasan-batasan tertentu sehinggaorang yang melihatnya akan dengan jelas dapat mengetahui, bahwatujuannya adalah menghasilkan dan mengem-bangkan atau mendirikansebuah bangunan yang diinginkan, maupun batasan non-fisik sepertiketika seseorang menentukan adanya hubungan antara dirinya denganrealitas sebelum dan setelah kehidupan, di mana tujuan di balik semuanyaitu adalah agar dia dapat melakukan kreasi dan berkembang sesuaidengan asas pandangan yang spesifik tadi.Islam telah memberikan pandangan tertentu yang menyatakan,bahwa segala sesuatu yang terindera dan dapat dirasakan oleh manusia,serta dia perbuat adalah materi (ujud fisik). Ketika perbuatan, perasaanatau penginderaan ini lahir dari perintah dan larangan Allah, makabatasan tertentu di sini adalah ujud penyatuan antara materi dengan ruh(mazju al-mâdah bi ar-rûh). Artinya, orang tersebut telah mampumemutuskan bahwa Allahlah Zat Yang Maha Ada sebelum kehidupan ini.Dialah satu-satunya Zat Yang Maha Tinggi urusannya serta Maha Agungkekuasaan-Nya, yang akan tetap ada setelah kehidupan ini telah tiada.Dialah Zat Yang Maha memerintahkan manusia untuk melakukan apayang Dia perintahkan sesuai dengan perintah dan larangan-Nya, di manaperintah dan larangan ini merupakan an-nâhiyah ar-rûhiyah (aspekkeronian).1 Contoh penyatuan antara materi dengan ruh ini tidak dapatdihitung jumlahnya. Dengan mengemukakan pohon, dilihat dari aspekpenglihatan indera, nampak bahwa pohon tersebut merupakan ujudmateri. Tetapi, memperhatikan pohon, bahwa pohon tersebut merupakan

4ciptaan Sang Pencipta adalah an-nâhiyah ar-rûhiyah. Contoh lain adalahmembelanjakan uang kepada fakir-miskin. Uang adalah materi. Ketikaaktivitas infâq (pembelanjaan) tersebut tidak lahir karena dorongansyariat Islam, yakni karena perintah dan larangan Allah, maka aktivitasinfâq (pembelanjaan) yang dilakukan seseorang hanya terbatas sebagaiaktivitas fisik. Tetapi, ketika aktivitas infâq (pembelanjaan) tersebutdisatukan dengan perintah dan larangan Allah, maka di sini telah terjadipenyatuan antara materi dengan ruh. Begitu seterusnya kondisi perbuatanyang dilakukan oleh manusia.Karena batasan tertentu ini pula, maka pandangan Islam terhadappemerintahan dibangun dengan asas nâhiyah ar-rûhiyah (agama) danujud materi (negara) sekaligus. Yaitu negara yang dibangun berdasarkanagama. Ini tentu berbeda dengan Sosialisme dan Kapitalisme yangdibangun dengan prinsip bahwa materi adalah azali, disamping menolakagama, ketika dibangun dengan prinsip memisahkan antara agamadengan negara. Atau, memisahkan antara materi dengan ruh.Berdasarkan kewajiban “menentukan batasan” ini, seorang muslimyang mengemban pemikiran Islam tertentu akan berusaha agar terusmenerus melakukan kreasi (al-insyâ‟) dan pengembangan (al-irtiqâ‟).Yang dimaksud dengan orang yang melakukan kreasi (al-insyâ‟)adalah orang yang menghasilkan sesuatu yang baru, baik berbentukpemikiran baru, solusi baru, penjelasan pemikiran lama, maupunimplementasi pemikiran atau tidaknya terhadap realitas baru. Setelahmenumbuhkan sesuatu yang baru, orang tersebut akan melakukanpengembangan.Sementara yang disebut orang yang melakukan pengembangan (alirtiqâ‟) adalah orang yang terus-menerus mendaki ke atas dengan bekalpemahaman, pengaruh pandangannya yang jelas serta kemam-puannyadalam kehidupannya.Maka, orang yang mengemban pemikiran tertentu tentu tidak hanyamengembannya, tetapi juga akan berusaha menyebarkannya dan terusmenerus berusaha melaksanakannya. Dengan begitu, dia akan menjadipengemban dakwah. Karena itu, kita mesti membedakan antarapengemban dakwah dengan mufti, orang alim, pemberi nasehat dan guru.Mufti adalah orang yang siap memberi fatwa, sehingga orang datangkepadanya untuk bertanya tentang hukum syara‟ mengenai aktivitastertentu yang mereka alami, ataupun dialami orang lain.

5Orang alim adalah orang yang menjalankan aktivitasnya berdasarkanpengetahuannya yang terdapat dalam kitab. Dia tidak akan mudahmengeluarkan fatwa, tetapi apabila dia ditanya mengenai pertanyaanseputar masalah tertentu, dia pun akan menjawabnya sebagai satupertanyaan, bukan sebagai keputusan hukum tertentu yang terjadi untukkasus tertentu.Pemberi nasehat adalah orang yang biasa memberi peringatan kepadaorang lain mengenai akhirat, azab Allah, surga, hisab, serta mem-berinasehat agar mengikuti tingkah laku yang dapat menjamin kesela-matanseseorang di akhirat dan selamat dari azab neraka yang pedih.Guru adalah orang yang hanya mengajari orang lain mengenaiberbagai ragam pengetahuan, tanpa memperhatikan realitas, keadaan danusaha untuk melaksanakannya. Memang, kadangkala dalam diri seseorangtelah terkumpul sebagian keunggulan, namun tetap menjadikan merekamempunyai gambaran yang spesifik tentang dirinya, bahkan sekalipuntelah mempunyai empat sifat di atas.Sementara pengemban dakwah berbeda dengan mereka. Karenapengemban dakwah adalah politikus yang mengurusi seluruh urusanmanusia berdasarkan hukum syara‟. Tujuannya adalah mencari ridhaAllah SWT. Karena itu, dia tidak mempunyai sifat seperti mufti, sebab diatidak akan mudah mengeluarkan fatwa dan tidak akan membahasperbuatan individu-individu sebagai individu untuk memberikan hukumsyara‟ yang berkaitan dengan masalah tersebut. Dia juga tidak mempunyai sifat seperti orang alim, karena aktivitasnya bukan mengikutipengetahuan yang ada dalam buku, meskipun dia senantiasa menelaahberbagai buku untuk mencari pengetahuan. Mengikuti buku bukanaktivitas dan tujuannya. Sebab mengikuti buku untuk mencaripengetahuan tersebut hanya menjadi salah satu alat untuk melakukanaktivitasnya, yaitu politik. Pengemban dakwah juga bukan seperti pemberinasehat yang mengingatkan orang lain mengenai akhirat danmemalingkan mereka dari realitas keduniaan. Tetapi, dia mengurusiurusan mereka dan menyadarkan mereka mengenai dunia agar merekadapat menguasai dunia mereka, serta menjadikan ridha Allah SWT diakhirat sebagai tujuan hidup mereka. Dia juga bukan orang yang sepertiguru, meskipun dia mendidik khalayak ramai dengan pemikiran danhukum tertentu, karena mengajar saja bukan merupakan tujuanaktivitasnya. Dia juga tidak akan mengarahkan dirinya ke sana. Tetapimengaktualisasikan pemikiran dan hukum itulah yang menjadi tujuannya,

6sehingga dia akan memberikan pemikiran yang senantiasa dikaitkandengan realitas dan konteksnya sebagai aktivitas politik dan bukan sebagaipengetahuan belaka. Juga sebagai usaha mengurusi urusan tertentu yangbukan sekedar pemberitahuan.Ketika politik merupakan aktivitas bukan hanya sekadarpengetahuan, maka yang sangat penting untuk kita lakukan adalah bukansekedar melakukan diskusi secara akademis.2Karena itu, buku yang ada di tangan pembaca ini bukan meru-pakanbuku ilmiah yang memuat berbagai ilmu pengetahuan, meskipun isinyadapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan akademis, juga ditulisdengan cara penulisan ilmiah yang memperhatikan tiap sumber rujukandalam pengambilan pandangan, baik yang berkaitan dengan ayat, hadits,pemikiran maupun realitasnya. Karena buku ini ditulis untuk menjadipegangan para pengemban dakwah yang telah menyadari kewajibanpolitiknya di hadapan Allah, yang harus menyiapkan diri untuk membawatugas berat dakwah dan bukan sekedar menyampaikan pengetahuan tanpamemperhatikan realitasnya seperti seorang guru atau menyampaikanhukum tanpa memikirkan apakah hukum tersebut dilaksanakan ataukahtidak seperti mufti, atau menyampai gambaran surga dan neraka, pahaladan dosa, tanpa dikaitkan dengan dunia seperti seorang pemberi nasehat,atau sekedar mencari kepuasan intelektual seperti orang alim.Penulisan buku ini berangkat dari tanggungjawab dakwah dan politikpenulisnya kepada umat, yang menawarkan pemikiran-pemikiran klasikdengan proses pemilihan secara ketat (tabanni) agar bisa diaktualisasikankembali oleh para pengemban dakwah. Inilah sifat insyâ‟ yangdimaksudkan di atas.Pada bab I buku ini dibahas mengenai “Dokrin Islam” yangmembahas seputar: Definisi Islam, Ruang Lingkup Ajaran Islam, AntaraIslam dan Mohammadenisme, dan Standar Kebenaran Agama danIdeologi. Di dalamnya juga membahas batasan Islam, kafir sertahubungannya dengan agama dan ideologi modern yang menguasai duniasaat ini. Termasuk manipulasi terhadap realitas Islam, baik yang berkaitan dengan otentisitasnya yang diklaim sebagai Mohammadenisme,maupun isinya yang meliputi wilayah dunia-akhirat serta politik danspiritual. Pembahasan di sini semakin lengkap untuk menentukan sikapterhadap agama dan ideologi non-Islam, baik dari aspek teoritis, realitasmaupun empiris.

7Bab II buku ini membahas tentang “Manusia dan Agama” yangmeliputi: Manusia dan Agama, Kepribadian Manusia dan HakikatPerbuatan Manusia Menurut Islam. Tujuannya untuk memberikangambaran tentang hakikat manusia supaya dapat difahami fitrahnya.Dengan begitu dapat mengantarkannya menuju kesedaran spiritual demitercapainya keimanan sejati dan terbentuknya kepribadian manusia yangunik. Juga mengenai bagaimana caranya manusia dapat mengendalikandirinya dengan cara mengendalikan perbuatannya, sehingga terbentuklahkepribadian pengemban dakwah yang unik. Semuanya dengan contohcontoh hidup dari kehidupan teladan suci Nabi saw. dan para sahabat ra.Bab III tentang “Pemikiran Islam (Islamic Thought)” yang memuataspek ide-ide Islam yang agung: Akidah dan Keimanan dalam AjaranIslam, Revisi atas Kesalahan Akidah Ummat, dan Hukum-hukum„Problem Solving‟ Islam. Semuanya untuk memberikan gambaran yangunik mengenai Islamic thought serta kedalamannya dalam memberikanpandangan yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia.Bab IV mengenai “Metode Islam (Islamic Method)” yang memuatbagaimana cara Islam mengaktualisasikan ide-ide agungnya, mempertahankan dan mengembannya ke seluruh dunia, sehingga syari‟at Islam inimenemukan revitalitasnya kembali dalam kehidupan individu, masyarakatdan negara.Bab V membahas Sumber Pemikiran dan Metode Islam yang lebihkhusus menyoroti bagaimana cara Islam membangun syari‟atnyaberdasarkan dalil, bukti dan argumentasi yang kukuh. Bab ini lebih khususmembahas tentang proses membangun Islamic thought dan Islamicmethod sehingga bisa memastikan, bahwa dua-duanya murni dari Islam,bukan dari yang lain, yang pada akhirnya layak disebut pemikiran danhukum Islam. Karena kejelasan dalil akan dapat membentuk kejelasanberfikir, dari segi Islam dan non-Islamnya. Kejelasan berfikir juga akanmembentuk kejelasan pribadi muslim yang layak mengemban dakwahIslam.BabVI Penutup yang berisi beberapa pembahasan penting: RealitasKaum muslimin dan Agenda Ummat, Cara Membangkitkan UmmatIslam dan Kewajiban Politik dan Tanggungjawab Ummat. Semuanyadimaksudkan untuk memberikan kesimpulan, bahwa ideologi Islam harusdikembalikan secara menyeluruh oleh ummat Islam dalam kehidupanmeraka. Sebab itulah yang menjadi penyebab utama kemunduran ummat.Dengan ideologi itulah ummat ini akan kembali bangkit, setelah

8mendapatkan “darah” baru, sehingga ummat ini sadar, bahwa merekamempunyai tanggungjawab besar kepada agamanya.Akhirnya semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca. Meskipundemikian, manfaat buku ini tetap terbatas, karena buku ini tidak akandapat membangkitkan ghirah pembaca lebih-lebih mendorongnya untukmelakukan usaha tertentu. Tetapi apabila dibaca dengan penuhpenghayatan, perenungan dalam-dalam dan jauh dari perasaan kotor,serta murni semata-mata lahir dari dorongan keimanan, insya Allah akanmampu memberikan pengaruh yang signifikan kepada pembacanya.Hanya kepada Allah segala kekhilafahan dan kekurangan dimohonkanampun.Rabiul Awwal 1423 HMei 2002 M

9BAB IDOKTRIN ISLAMDefinisi IslamIslam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT. kepada NabiMuhammad saw. untuk mengatur hubungan manusia dengan Allah,dengan dirinya dan dengan sesamanya.3Definisi ini diambil dari beberapa nas, baik al-Qur‟an maupun Hadits.Definisi itu sendiri merupakan deskripsi realitas yang bersifat Jâmi‟(komprehensif) dan Mâni‟ (protektif). Artinya, definisi itu harusmenyeluruh meliputi seluruh aspek yang dideskripsikan, dan memproteksisifat-sifat di luar substansi yang dideskripsikan. Inilah gambaranmengenai definisi yang benar.Batasan Islam sebagai “agama yang diturunkan oleh Allah SWT”telah memproteksi agama yang tidak diturunkan oleh Allah SWT. Inimeliputi agama apa pun yang tidak diturunkan oleh Allah SWT, baikHindu, Budha, Konghucu, Sintoisme ataupun yang lain. Sedangkanbatasan “kepada Nabi Muhammad saw.” telah memproteksi agama lainselain agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., baik agamayang diturunkan kepada Nabi Musa, Isa maupun yang lain, apakahKristen, Yahudi ataupun agama-agama Nabi dan Rasul yang lain.Mengenai batasan “yang mengatur hubungan manusia dengan Allah,dengan dirinya dan dengan sesamanya” merupakan deskripsi yangkomprehensif meliputi seluruh aspek, mulai dari urusan dunia sampaiakhirat, baik yang menyangkut dosa, pahala, surga, neraka maupunakidah, ibadah, ekonomi, sosial, politik, budaya, pendidikan dansebagainya.Semuanya ini dijelaskan oleh nas-nas syara‟, antara lain:

10“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.”(Q.s. Ali Imrân: 19).Ayat ini menjelaskan kedudukan Islam sebagai agama samawi yangditurunkan oleh Allah kepada manusia. Namun ketika Allah menjelaskan“sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah Islam” berarti bahwa agamalain, yang pernah diturunkan oleh Allah tidak diakui setelahditurunkannya Islam. Pengertian ini dikuatkan oleh firman Allah SWTyang menyatakan: “Hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agama kamu, dan telahAku cukupkan untuk kamu nikmat-Ku, serta Aku ridhai Islam sebagaiagama kamu.” (Q.s. Al-Mâidah: 3).Ayat ini menjelaskan, bahwa hanya Islamlah satu-satunya agamayang diridhai oleh Allah SWT, sementara yang lain tidak. Ini bisa difahamidari mafhûm mukhâlafah lafadz: “Aku ridhai” yang merupakan kata kerjasifat: “Aku ridhai Islam sebagai agama kamu” yang berarti: “Aku tidakmeridhai selain Islam sebagai agama kamu.” Mafhûm ini diperkuat olehnas berikut ini: “Siapa saja yang mencari selain Islam sebagai agama, sekali-kalitidak akan diterima (agama itu) darinya, dan di akhirat dia termasukorang-orang yang merugi.” (Q.s. Ali Imrân: 85).Ayat ini dengan jelas menyebutkan lafadz: Islâm sebagai Din(agama), sedangkan lafadz yang sama: Islâm tidak pernah digunakansekali pun oleh al-Qur‟an untuk menyebut nama agama-agama Nabisebelumnya. Kalaupun disebutkan juga dengan ungkapan yang tidak jelas.Misalnya:

11 “Sesungguhnya Kami telah mewahyukan kepadamu (Muhammad)sama seperti yang telah Kami wahyukan kepada Nuh dan nabi-nabisetelahnya.” (Q.s. An-Nisâ’: 163). “Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad)mengikuti „millah‟ Ibrahim yang lurus.” (Q.s. An-Nahl: 123).untukKedua ayat di atas: “Kami telah mewahyukan kepadamu(Muhammad) sama seperti yang telah Kami wahyukan kepada Nuh.”adalah ayat yang bermakna umum, di mana ungkapan: “Kami telahmewahyukan” bisa meliputi akidah, yaitu ajaran tawhid dan syari‟ah,yaitu sistem, juga bisa meliputi salah satu ataupun keduanya sekaligus.Demikian juga ungkapan: “Mengikuti „millah‟ Ibrahim” juga bermaknaumum, yang bisa meliputi dua hal, yaitu akidah dan syari‟ah. Namun jikakedua-duanya inilah yang dimaksudkan, yakni akidah dan syariahnyasekaligus, tentu maknanya akan bertentangan dengan nas yangmuhkamât: “Untuk masing-masing (ummat) di antara kamu, Kami telah tetapkanaturan dan syari‟atnya sendiri-sendiri.” (Q.s. Al-Mâidah: 48).Karena itu, pengertian yang tepat serta tidak bertentangan dengannas yang lain adalah: “Kami telah mewahyukan prinsip tauhid yangsama dengan apa yang Kami wahyukan kepada Nuh.” termasuk makna„millah‟ Ibrahim adalah: “Mengikuti prinsip tauhid Ibrahim yang lurus.”Meskipun dalam masalah syariatnya berbeda. Alasannya karena: “Masingmasing telah kami tetapkan aturan dan syari‟atnya sendiri-sendiri.”(Q.s. Al-Mâidah: 48).

12Adapun pernyataan yang menggunakan ungkapan: Aslamtu Ma‟aSulaymân (Q.s. An-Naml: 44) yang dinyatakan oleh Balqis sama sekalitidak menunjukkan, bahwa Balqis telah memeluk agama Islam, atauagama Nabi Sulaymân adalah Islam. Tetapi makna ayat tersebut adalah:“Aku tunduk kepada Sulaymân dan agamanya.” Sebab, tidak adaqarinah (indikasi) yang menjelaskan maksud tersebut. Antara lain tidakada lafadz: “Islâm” dan “Din” yang disebutkan dalam konteks ayat tersebutsebagai istilah untuk agama Nabi Sulaymân, sekalipun lafadz: Aslamtuadalah satu akar kata dengan lafadz: Islâm. Alasannya, karena tidakselamanya lafadz yang asalnya satu akar kata maknanya sama. Contohlafadz: Jama‟a dengan lafadz: Jimâ‟ jelas maknanya berbeda. Jama‟aartinya mengumpulkan, sedangkan Jimâ‟ artinya bersetubuh. Padahalkeduanya adalah satu akar kata yang mengikuti wazan yang sama.Disamping itu lafadz: Asalama bisa diartikan: Tunduk dan patuh4sebagaimana makna bahasanya. Ini termasuk lafadz: Muslim danMuslimin.Alasan lain adalah, bahwa pembahasan apakah agama Nabi terdahuluIslam atau tidak sebenarnya merupakan pembahasan akidah yangdijelaskan oleh al-Qur‟an sebagai kisah (qashas), yang menceritakansesuatu yang realitasnya tidak ada pada saat ini. Maka, untukmembuktikannya hanya bisa dilakukan melalui nas yang qath‟i, sementaratidak ada satu pun nas qath‟i yang menjelaskan pengertian seperti ini.Kecuali dengan teks yang umum: Aslamtu, Muslimîn dan Muslim dansebagainya. Disamping juga karena tidak disertai qarînah (indikasi) yangbisa menjelaskan pengertian syar‟inya, sehingga nas-nas tersebut tidakbisa diartikan dengan maksud memeluk agama Islam.1. Antara Islam dan KekufuranSetelah Islam diturunkan, maka agama yang lain dinyatakan tidaksah, ditolak dan tidak diridhai. Tentu merupakan kekufuran bagi siapapun umat Muhammad yang memeluknya. Ini jelas nampak dari sikapmarahnya Rasulullah saw. ketika menemukan Umar bin al-Khattâbmembawa sobekan Taurat. Waktu itu beliau menyatakan:

13“Apa (yang kamu bawa) ini, bukankah aku telah membawa (al-Kitâb)yang jelas dan jernih? Kalau seandainya saudaraku Musa as. hiduppada zamanku, tentu beliau tidak akan susah-susah lagi, kecualimengikutiku.” (H.r. Ahmad dan al-Bazzâr dari Jâbir).5Hal yang sama juga ditegaskan oleh nas al-Qur‟an dan Hadits Nabisaw. Firman Allah: “Dan kami turunkan Kitab ini kepadamu (Muhammad) denganmembawa kebenaran untuk membenarkan kitab yang diturunkankepadanya dan mengalahkannya.” (Q.s. Al-Mâidah: 48).Lafadz: Muhayminan „alayh dalam ayat tersebut mempunyai makna:Musaythiran „alayh (mengalahkan), yang berarti bahwa al-Qur‟anditurunkan untuk menghapus ajaran sebelumnya. Maka, ketika ada diantara ajaran sebelumnya yang diterima tentu karena dinyatakan olehsumber Islam, bukan sebagai ajaran Nabi dan ummat sebelumnya. Inilahyang dijadikan alasan ulama‟ mengenai kedudukan Islam sebagaipenghapus (an-nâsikh) agama-agama Nabi sebelumnya.Sedangkan mengenai kekafiran orang-orang Yahudi dan Nasrani, alQur‟an dengan jelas menyatakan: “Sungguh telah menjadi kafir orang-orang yang menyatakan, bahwaAllah adalah al-Masih, Isa putra Maryam.” (Q.s. Al-Mâidah: 72). “Sungguh telah menjadi kafir orang-orang yang menyatakan, bahwaAllah adalah tiga dalam satu.” (Q.s. Al-Mâidah: 73).

14 “Dan orang-orang Yahudi mengatakan, bahwa Uzayr adalah putraAllah. Orang Nasrani mengatakan, bahwa al-Masih adalah putraAllah. Demikianlah pernyataan mereka dengan mulutnya,menyerupai orang-orang kafir sebelumnya. Allah mengutuk mereka.Bagaimana mereka bisa berpaling dari kebenaran.” (Q.s. AtTawbah: 30). “Tidaklah orang-orang kafir dari kalangan Ahli Kitab (Yahudi danNasrani) dan orang-orang musyrik pernah mau meninggalkanagamanya, sehingga sampai kepada mereka keterangan yang nyata.”(Q.s. Al-Bayyinah: 1).Disamping itu, Rasulullah saw. bersabda:“Kamu pasti akan mengikuti tuntunan orang-orang sebelum kamusejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta sampai salah seorangdari mereka masuk lubang biawak pun kamu pasti akanmengikutinya.” (H.r. Hâkim dari Ibn al-Abbâs).6Ibn al-Abbâs sahabat yang juga saudara sepupu Nabi saw. yangdikenal sebagai ahli tafsir dan fiqih pernah mengatakan:“Bagaimana mungkin kamu bisa bertanya kepada Ahli Kitabmengenai suatu perkara, sedangkan kitab kamu yang diturunkan

15kepada Rasulullah saw. ini lebih baru. Bacalah itu saja, dan tidakperlu ditambah-tambah.”7Hadits di atas menyatakan celaan (dzamm) yang tegas, yang berartiharam hukumnya mengambil dan mengikuti gaya hidup (life style) orangkafir, sekaligus menunjukkan bahwa Islam mempunyai gaya hidup yangunik. Sedangkan pernyataan Ibn al-Abbâs tersebut menjelaskankelengkapan kandungan al-Qur‟an, sehingga sumber lain selain Islam (alQur‟an) tidak diperlukan lagi. Keduanya membuktikan, bahwa Islamberbeda dengan yang lain, yang sekaligus membuktikan bahwa selainIslam adalah kekufuran.Dengan demikian selain Islam adalah kufur, baik dari segi agamamaupun mabda‟. Ini merupakan kenyataan yang tidak dapat dinafikanlagi. Semuanya dapat disebut kufur ketika bertentangan dengan Islam.Sebab dokrin Islam ini merupakan dokrin yang tegas, jelas dan bisadibuktikan argumentasinya secara qath‟i.Jika melihat agama-agama lain di dunia ini seperti Hindu, Kristen,Budha dan sebagainya, maka kita akan menemukan bahwa semuanyahanya memberikan solusi kepada pemeluknya dalam masalah yangberkaitan dengan urusan dunia secara parsial. Jelasnya agama-agamayang disebutkan di atas hanya memberikan penyelesaian dalam urusanibadah dan moral saja, tetapi untuk mengatur urusan kehidupanpemeluknya sehari-hari diserahkan kepada mereka.Pada sisi lain, mabda' kufur yang ada di dunia saat ini, baikKapitalisme maupun Sosialisme-Komunisme, hanya mengatur urusandunia saja; Kapitalisme dan Sosialisme hanya mengatur urusan dunia, dimana dimensi kerohanian penganutnya terpaksa harus diselesaikanmelalui agama, di luar mabda' yang dianutnya. Demikian halnya denganYahudi, Kristen, Hindu, Budha, Konghucu dan sebagainya hanyamengatur urusan akhirat dan spiritual saja sedangkan masalah kehidupandunia pengikutnya diserahkan kepada mereka sendiri. Maka, dalamurusan dunia mereka ada yang mengambil Kapitalisme dan ada juga yangmengambil Sosialisme. Akibatnya ada yang menjadi ateis dan

16meninggalkan agamanya. Inilah krisis yang dialami oleh agama danmabda' lain di luar Islam.Sementara Islam secara qath‟i telah mengajarkan konsep spiritual(rûhiyyah), yang berkaitan dengan akidah dan hukum-hukum ibadahseperti shalat, puasa, zakat, haji dan jihad, sehingga siapa pun yangmengingkari seluruhnya ataupun hanya sebagian saja, sama artinya telahkafir. Sama seperti ketika Islam secara qath‟i telah menetapkan sanksi(hudûd, jinâyah, ta‟zîr atau mukhâlafât), atau hukum-hukum sosial,seperti kewajiban berjilbab, keharaman berzina, ataupun hukum-hukumdalam masalah ekonomi seperti keharaman riba, mencuri, judi sertasanksi atas seluruh tindakan tersebut, ataupun seperti hukum-hukumdalam urusan politik, seperti kewajiban adanya imam, bai‟at dansebagainya, maka siapa saja yang menolak sebagian atau seluruhnya,orang tersebut telah menjadi kafir.8Kesimpulan ini diperkuat oleh beberapa nas, antara lain: “Siapa saja yang mengambil selain Islam sebagai agama, maka tidakakan pernah diterima.” (Q.s Ali-Imrân: 85).Sebagaimana yang dinyatakan di atas, secara lebih rinci ayat tersebutbisa diraikan, antara lain, bahwa lafadz: Fa Lan Yuqabala Minhu” adalahqarînah (indikasi) mendalam maknanya (balîgh), yang menunjukkantidak diterimanya agama orang kafir yang jelas-jelas kafir (kufranhaqîqiyan) karena tidak memeluk Islam sebagai agama, seperti Ahli Kitab,baik Yahudi maupun Nasrani, atau musyrik seperti para pengikut agamalain selain Yahudi dan Nasrani. Atau memeluk mabda' lain selain Islam,baik Kapitalisme maupun Sosialisme, ataupun orang yang terlihatmemeluk Islam, namun pemikiran, perasaan dan gaya hidupnya tidakberlandaskan Islam. Yang oleh Ibn Abbâs disebut kufran dûna kufrin,ketika menjelaskan tafsir surat al-Mâidah. Dengan demikian semuanyatercakup di dalam ayat tersebut. Sebab, pengertian lafadz: Ghayra al-

17Islâm adalah semua ajaran di luar Islam, baik agama maupun mabda'.Begitu pula lafadz: Dînan (agama) dalam pengertian yang dikehendakioleh Allah adalah tuntunan hidup yang meliputi urusan dunia dan akhirat,spiritual dan politik yang tidak hanya mengurusi urusan akhirat saja.Disamping itu, lafadz tersebut merupakan isim nakirah, yang mempunyaimakna umum (mubham), yang mencakup seluruh pengertian agama, baikdalam wilayah spiritual maupun politik, alias mabda'.Allah SWT di dalam ayat lain, juga telah menegaskan: “Tidakkah kamu melihat orang-orang yang mengira dirinya berimankepada apa saja yang diturunkan kepadamu serta apa yangditurunkan sebelummu? Mereka ingin berhukum kepada „Taghut‟,sedangkan mereka diperintahkan agar menolaknya. Sesungguhnyasyaitan ingin menyesatkan mereka dengan kesesatan yang sejauhjauhnya.” (Q.s An-Nisâ’: 60).Berhukum kepada Tâghût pengertiannya adalah berhukum kepadaselain hukum Allah, yaitu selain hukum-hukum yang tertuang dalam alKitâb dan as-Sunnah. Ayat di atas jelas mengecam orang yang menggantihukum Allah dengan yang lain. Inilah yang dimaksud dengan berhukumTâghût dalam konteks ini.9Juga firman Allah: “Apakah hukum jahiliyah yang mereka ambil? Dan hukum siapakahyang lebih baik dari hukum Allah bagi orang-orang yang beriman?”(Q.s Al-Mâidah: 50).

18Maka semua nas di atas menunjukkan dengan jelas, bahwa selainajaran Islam adalah kufur, baik ajaran spiritual, seperti Yahudi, Nasrani,Hindu, Budha, maupun ajaran politik, seperti Kapitalisme, Sosialisme danKomunisme.Dengan demikian, status kekufuran tersebut bisa diklasifikasikanmenjadi dua:1. Dari segi agama: Kekufuran dalam hal ini dapat dibagi menjadi dua.,yaitu: (1) kufur Ahli Kitab, yang meliputi Yahudi dan Nasrani, dan (2)kufur Musyrik, yang meliputi agama selain agama Yahudi dan Nasrani,baik Hindu, Budha, Konghucu, Sintoisme maupun yang lain.102. Dari segi mabda': Kekufuran dalam hal ini meliputi seluruh mabda'lain selain Islam, baik Kapitalisme maupun Sosialisme.11Maka, kedudukan ajaran tersebut adalah sama. Artinya sama-samakufur. Sementara pemeluknya dinyatakan kafir, baik hanya memeluksebagian dari kedua ajaran (politik dan spiritual) tersebut, ataupun secaratotal. Dengan demikian kedudukannya sama, yaitu sama-sama kafir.12Disamping hukumnya haram memeluk agama dan mabda' lain, selainIslam, juga diharamkan menerapkan dan mengemban agama dan mabda'tersebut. Inilah pandangan Islam yang jelas, tegas dan bisadipertanggungjawabkan secara akademis dan rasional di hada

agungwi.wordpress.com ISLAM POLITIK DAN SPIRITUAL PENULIS HAFIDZ ABDURRAHMAN . 1 Daftar isi Pengantar - 2 BAB I DOKTRIN ISLAM - 9 . Karena buku ini ditulis untuk menjadi pegangan para pengemban dakwah yang telah menyadari kewajiban politiknya di hadapan Allah, yang harus menyiapkan diri untuk membawa .

Related Documents:

POLITIK DAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN ISLAM A. Politik 1. Konsepsi Politik Untuk memahami konsep Politik Pendidikan Islam, maka perlu dijelaskan terlebih dahulu mengenai definisi politik. Menurut Suys, politik adalah perebutan kekuasaan. Menurut Jouseph Roucek, untuk masalah pusat, politik adalah distribusi dan kontrol kekuasaan.

hukum, demokrasi dan politik, maka pemikiran Islam, negara, hukum demokrasi, dan politik sangat berkaitan erat dengan agama. Dalam Islam tidak dikenal dikotomi, baik antara agama, negara, hukum, demokrasi dan politik. Sebagaimana hasil penelitian Muhammad Tahir Azhari. 14. dengan menggunakan teori lingkar

kebijakan dan melaksanakan tujuan . POLITIK POLITICS Interaksiantara pemerintah . UNSUR POKOK POLITIK Kebijakan umum sebagai hasil keputusan politik 7. Kebijakan Umum . UNSUR POKOK POLITIK Alokasi berhubungan dengan pembagian kewenangan pada lembaga di bawah negara 8. Pembagian atau Alokasi. ILMU POLITIK.

Kajian Filsafat Hukum Islam dan Politik Hukum Islam Bagi Perkembangan Perbankan Syariah Di Indonesia Wahyudin Darmalaksana1 Program Studi Hukum Islam Pascasarjana, UIN Sunan Gunung Djati Bandung yudi_darma@uinsgd.ac.id A. PENDAHULUAN Kehidupan dunia ini dikendalikan oleh dua kekuatan besar, yaitu ekonomi

lingkungan pada ekonomi. politik. dan lingkungan Sumber: anonim Sementara antara ekologi politik dan politik lingkungan (environmental politic,SJ yang seringkali dipersamakan itu ternyata menurut Brya!)t dan Bailey (200 1) memiliki perbedaan yang cukup mendasar. Po!itik lingkungan merupakan bidang kajian d!llam

Islam merupakan upaya mengatasi beberapa problem kejiwaan yang 10 Hamdani Bakran Adz-Dzaky. Konseling dan Psikoterapi Islam (Yogyakarta: Al-Manar, 2008), 228. 11 Fuad Anshori, Aplikasi Psikologi Islam (Yogyakarta: 2000), 242. 33 didasarkan pada pandangan agama Islam. Psikoterapi Islam mempercayai

Hak Asasi Politik Perempuan 63 Asasi Politik A. Hak Asasi Politik dalam Instrumen Internasional Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, manusia memiliki tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan didasari oleh keimanan dan ketaqwaan, serta penuh tanggung jawab untuk kesejahteraan umat man

2 CHAPTER1. INTRODUCTION 1.1.3 Differences between financial ac-countancy and management ac-counting Management accounting information differs from