LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-16 .

3y ago
43 Views
2 Downloads
409.18 KB
30 Pages
Last View : 2d ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Camryn Boren
Transcription

LAMPIRANPERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAKNOMOR: PER-16/PJ/2016TENTANG: PEDOMAN TEKNIS TATA LANPASAL21DAN/ATAU PAJAK PENGHASILANPASAL26SEHUBUNGANDENGAN PEKERJAAN, JASA, DANKEGIATAN ORANG PRIBADIPETUNJUK UMUM DAN CONTOH PENGHITUNGANPEMOTONGAN PPh PASAL 21 DAN/ATAU PPh PASAL 26BAGIAN PERTAMA: PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 DAN/ATAU PPh PASAL 26I.PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 UNTUK PEGAWAI TETAP DAN PENERIMAPENSIUN BERKALAPenghitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap dan penerima pensiun berkala dibedakan menjadi 2 (dua),yaitu:1.Penghitungan masa atau bulanan yang menjadi dasar pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang untuksetiap Masa Pajak, yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 21, selain MasaPajak Desember atau Masa Pajak di mana pegawai tetap berhenti bekerja.2.Penghitungan kembali sebagai dasar pengisian Form 1721 A1 atau 1721 A2 dan pemotongan PPhPasal 21 yang terutang untuk Masa Pajak Desember atau Masa Pajak di mana pegawai tetap berhentibekerja.Penghitungan kembali ini dilakukan pada:a.bulan di mana pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun;b.bulan Desemberbagi pegawai tetap yang bekerja sampai akhir tahun kalender dan bagipenerima pensiun yang menerima uang pensiun sampai akhir tahun kalenderI.1.Penghitungan Masa atau Bulanan Selain Masa Pajak Desember atau Masa Pajak di manapegawai tetap berhenti bekerja:a.Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Teraturb.Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tidak TeraturI.1.a. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan TeraturI.1.a.1. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Teratur bagi Pegawai Tetap1. a. Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan Pegawai Tetap, terlebihdahulu dihitung seluruh penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selamasebulan, yang meliputi seluruh gaji, segala jenis tunjangan dan pembayaranteratur lainnya, termasuk uang lembur (overtime) dan pembayaran sejenisnya.b. Untuk perusahaan yang masuk program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial(BPJS) Ketenagakerjaan, premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), premiJaminan Kematian (JK), dan premi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)yang dibayar oleh pemberi kerja merupakan penghasilan bagi pegawai.Ketentuan yang sama diberlakukan juga bagi premi asuransi kesehatan,asuransi kecelakaan kerja, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransibeasiswa yang dibayarkan oleh pemberi kerja untuk pegawai kepadaperusahaan asuransi lainnya. Dalam menghitung PPh Pasal 21, premi tersebutdigabungkan dengan penghasilan bruto yang dibayarkan oleh pemberi kerjakepada pegawai.c. Selanjutnya dihitung jumlah penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengancara mengurangi penghasilan bruto sebulan dengan biaya jabatan, serta iuranpensiun, iuran Jaminan Hari Tua, dan/atau iuran Tunjangan Hari Tua yangdibayar sendiri oleh pegawai yang bersangkutan melalui pemberi kerja kepadaDana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan ataukepada BPJS Ketenagakerjaan.2. a. Selanjutnya dihitung penghasilan neto setahun, yaitu jumlah penghasilan netosebulan dikalikan 12.b. Dalam hal seorang pegawai tetap dengan kewajiban pajak subjektifnya sebagaiWajib Pajak dalam negeri sudah ada sejak awal tahun, tetapi mulai bekerjasetelah bulan Januari, maka penghasilan neto setahun dihitung denganmengalikan penghasilan neto sebulan dengan banyaknya bulan sejak pegawaiyang bersangkutan mulai bekerja sampai dengan bulan Desember.c. Selanjutnya dihitung Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan TarifPasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh, yaitu sebesar Penghasilan neto setahun padahuruf a atau b di atas, dikurangi dengan PTKP.d. Setelah diperoleh PPh terutang dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1)huruf a UU PPh terhadap Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud padahuruf c, selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 sebulan, yang harus dipotongdan/atau disetor ke kas negara, yaitu sebesar:1)jumlah PPh Pasal 21 setahun atas penghasilan sebagaimana dimaksudpada huruf a dibagi dengan 12; atauwww.peraturanpajak.cominfo@peraturanpajak.com

2)jumlah PPh Pasal 21 setahun atas penghasilan sebagaimana dimaksudpada huruf b dibagi banyaknya bulan yang menjadi faktor pengalisebagaimana dimaksud pada huruf b.3. a. Apabila pajak yang terutang oleh pemberi kerja tidak didasarkan atas masagaji sebulan, maka untuk penghitungan PPh Pasal 21, jumlah lanbulanandenganmempergunakan faktor perkalian sebagai berikut:1)Gaji untuk masa seminggu dikalikan dengan 4;2)Gaji untuk masa sehari dikalikan dengan 26b. Selanjutnya dilakukan penghitungan PPh Pasal 21 sebulan dengan cara sepertisebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2).c. PPh Pasal 21 atas penghasilan seminggu dihitung berdasarkan PPh Pasal 21sebulan dalam huruf b dibagi 4, sedangkan PPh Pasal 21 atas penghasilansehari dihitung berdasarkan PPh Pasal 21 sebulan dalam huruf b dibagi 26.4. Jika kepada pegawai di samping dibayar gaji bulanan juga dibayar kenaikan gajiyang berlaku surut (rapel), misalnya untuk 5 (lima) bulan, maka penghitunganPPh Pasal 21 atas rapel tersebut adalah sebagai berikut:a. rapel dibagi dengan banyaknya bulan perolehan rapel tersebut (dalam hal ini 5bulan);b. hasil pembagian rapel tersebut ditambahkan pada gaji setiap bulan sebelumadanya kenaikan gaji, yang sudah dikenakan pemotongan PPh Pasal 21;c. PPh Pasal 21 atas gaji untuk bulan-bulan setelah ada kenaikan, dihitungkembali atas dasar gaji baru setelah ada kenaikan;d. PPh Pasal 21 terutang atas tambahan gaji untuk bulan-bulan dimaksud adalahselisih antara jumlah pajak yang dihitung dengan cara sebagaimana dimaksudpada huruf c dikurangi jumlah pajak yang telah dipotong sebagaimanadimaksud pada huruf b.5. Apabila kepada pegawai di samping dibayar gaji yang didasarkan masa gajikurang dari satu bulan juga dibayar gaji lain mengenai masa yang lebih lama darisatu bulan (rapel) seperti tersebut pada angka 4, maka cara penghitungan PPhPasal 21-nya adalah sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka4 dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 3.I.1.a.2. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Teratur bagi Penerima PensiunBerkala1. Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan yang diterima ataudiperoleh penerima pensiun pada tahun pertama pensiun adalah sebagai berikut:a. terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan caramengurangi penghasilan bruto dengan biaya pensiun, kemudian dikalikanbanyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan menerima pensiun sampaidengan bulan Desember;b. penghasilan neto pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf a ditambahdengan penghasilan neto dalam tahun yang bersangkutan yang diterima ataudiperoleh dari pemberi kerja sebelum pegawai yang bersangkutan pensiunsesuai dengan yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebelumpensiun;c. untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak, jumlah penghasilan sebagaimanadimaksud pada huruf b tersebut dikurangi dengan PTKP, dan selanjutnyadihitung PPh Pasal 21 atas Penghasilan Kena Pajak tersebut;d. PPh Pasal 21 atas uang pensiun dalam tahun yang bersangkutan dihitungdengan cara mengurangi PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada huruf cdengan PPh Pasal 21 yang terutang dari pemberi kerja sebelum pegawai yangbersangkutan pensiun sesuai dengan yang tercantum dalam bukti pemotonganPPh Pasal 21 sebelum pensiun;e. PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan adalah sebesar PPh Pasal 21sebagaimana dimaksud pada huruf d dibagi dengan banyaknya bulansebagaimana dimaksud pada huruf a.2. Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan untuk tahun kedua danselanjutnya adalah sebagai berikut:a. terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan caramengurangi penghasilan bruto dengan biaya pensiun;b. selanjutnya PPh Pasal 21 dihitung dengan cara penghitungan untuk pegawaitetap sebagaimana dimaksud pada butir I.1.a.1. angka 2 huruf a, c, dan d.I.1.b. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tidak Teratur bagi Pegawai Tetap1. Apabila kepada pegawai tetap diberikan jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus, premi,tunjangan hari raya, dan penghasilan lain semacam itu yang sifatnya tidak tetap danbiasanya dibayarkan sekali setahun, maka PPh Pasal 21 dihitung dan dipotong dengan carasebagai berikut:a. dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan ditambah denganpenghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya.b. dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan tanpa tantiem, jasaproduksi, dan sebagainya.c. selisih antara PPh Pasal 21 menurut penghitungan huruf a dan huruf b adalah PPh Pasal21 atas penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya.2. Dalam hal pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya sudah ada sejak awal tahun,namun baru mulai bekerja setelah bulan Januari, maka PPh Pasal 21 atas penghasilan yangtidak teratur tersebut dihitung dengan cara sebagaimana dimaksud pada angka 1 m

memperhatikan ketentuan mengenai Penghitungan PPh Pasal 21 Bulanan atas PenghasilanTeratur sebagaimana dimaksud pada butir I.1.a.1. angka 2 huruf b, c dan d.1.2.II.Penghitungan PPh Pasal 21 Terutang Pada Bulan Desember atau Masa Pajak Tertentu untukPegawai Tetap yang Berhenti Bekerja Sebelum Bulan Desember1.Penghitungan PPh Pasal 21 terutang pada bulan Desember atau bulan tertentu untuk pegawaitetap yang berhenti bekerja sebelum bulan Desember adalah sebagai berikut:a.Hitung PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh daripemotong pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan, baik penghasilan yangteratur maupun yang tidak teratur.b.PPh Pasal 21 terutang yang harus dipotong untuk bulan Desember atau bulan tertentuuntuk pegawai tetap yang berhenti bekerja sebelum bulan Desember adalah sebesarselisih antara PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan teratur dan tidak teraturyang diterima dari pemotong pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan,sebagaimana dimaksud pada huruf a, dengan PPh Pasal 21 yang telah dipotong dalamtahun kalender yang bersangkutan sampai dengan bulan sebelumnya.c.Dalam hal jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong sampai dengan bulan sebelumnyatersebut lebih besar daripada PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan teratur dantidak teratur yang diterima dari pemotong pajak dalam tahun kalender yangbersangkutan, misalnya dalam hal pegawai berhenti bekerja pada pertengahan tahun,atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 tersebut dikembalikan kepada pegawai tetapyang berhenti bekerja bersamaan dengan pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21.Atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap yang bersangkutan,pemotong pajak dapat memperhitungkan dengan PPh Pasal 21 terutang atas penghasilanpegawai tetap lainnya dalam Masa Pajak yang sama, sehingga jumlah PPh Pasal 21 yangharus disetor oleh pemotong pajak untuk Masa Pajak tersebut telah mempertimbangkanjumlah kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 yang telah diberikan oleh pemotong pajakkepada pegawai tetap yang berhenti bekerja.2.Perhitungan PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh daripemotong pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada angka1 huruf a adalah sebagai berikut:a.Untuk pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya sudah ada sejak awal tahun,namun mulai bekerja setelah bulan Januari atau berhenti bekerja sebelum bulanDesember, PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan jumlah seluruh penghasilan yangditerima atau diperoleh, baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur, selama pegawaitetap yang bersangkutan bekerja pada pemotong pajak.b.Sedangkan untuk pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya baru dimulai setelahbulan Januari atau berakhir sebelum bulan Desember, PPh Pasal 21 terutang dihitungberdasarkan jumlah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh, baik yang bersifatteratur maupun tidak teratur, yang disetahunkan.PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 UNTUK PEGAWAI TIDAK TETAP ATAU TENAGAKERJA LEPASII.1. Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Calon Pegawai yangMenerima Upah Harian, Upah Mingguan, Upah Satuan, Upah Borongan, Uang Saku Harianatau Mingguan:1.Tentukan jumlah upah/uang saku harian, atau rata-rata upah/uang saku yang diterima ataudiperoleh dalam sehari:a.upah/uang saku mingguan dibagi banyaknya hari bekerja dalam seminggu;b.upah satuan dikalikan dengan jumlah rata-rata satuan yang dihasilkan dalam sehari;c.upah borongan dibagi dengan jumlah hari yang digunakan untuk menyelesaikanpekerjaan borongan.2.Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian belum melebihiRp450.000,00, dan jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yangbersangkutan belum melebihi Rp4.500.000,00, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang harusdipotong3.Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian telah melebihiRp450.000,00, dan sepanjang jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulankalender yang bersangkutan belum melebihi Rp4.500.000,00, maka PPh Pasal 21 yang harusdipotong adalah sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian setelahdikurangi Rp450.000,00, dikalikan 5%.4.Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yangbersangkutan telah melebihi Rp4.500.000,00 dan kurang dari Rp 10.200.000,00, maka PPhPasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uangsaku harian setelah dikurangi PTKP sehari, dikalikan 5%.5.Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam satu bulan kalender telahmelebihi Rp 10.200.000,00, maka PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat(1) huruf a UU PPh atas jumlah upah bruto dalam satu bulan yang disetahunkan setelahdikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasilperhitungan tersebut dibagi 12.II.2. Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Calon Pegawai yangMenerima Upah yang Dibayarkan Secara Bulanan:PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) PPhwww.peraturanpajak.cominfo@peraturanpajak.com

atas jumlah upah bruto yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yang harusdipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 12.III.PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 BAGI ANGGOTA DEWAN PENGAWAS ATAUDEWAN KOMISARIS YANG TIDAK MERANGKAP SEBAGAI PEGAWAI TETAP, MANTAN PEGAWAIYANG MENERIMA JASA PRODUKSI, TANTIEM, GRATIFIKASI, BONUS ATAU IMBALAN LAIN YANGBERSIFAT TIDAK TERATUR, DAN PESERTA PROGRAM PENSIUN YANG MASIH BERSTATUS SEBAGAIPEGAWAI YANG MENARIK DANA PENSIUNIII.1. Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Anggota Dewan Pengawas atau Dewan Komisaris YangTidak Merangkap Sebagai Pegawai TetapPPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas kumulatifjumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama 1 (satu) tahun kalender.III.2. Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Mantan Pegawai Yang Menerima Penghasilan Berupa JasaProduksi, Tantiem, Gratifikasi, Bonus atau Imbalan Lain yang Bersifat Tidak TeraturPPh Pasal 21 dihitung dengan cara menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas kumulatifjumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama 1 (satu) tahun kalender.III.3. Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Peserta Program Pensiun Yang Masih Berstatus SebagaiPegawai yang Menarik Dana PensiunPPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dari kumulatifjumlah penghasilan bruto yang dibayarkan selama 1 (satu) tahun kalender.IV.PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 BAGI ORANG PRIBADI YANG BERSTATUSSEBAGAI BUKAN PEGAWAIIV.1. Pemotongan PPh Pasal 21 bagi orang pribadi dalam negeri bukan pegawai, atas imbalanyang bersifat berkesinambunganIV.1.a.Bagi yang telah memiliki NPWP dan hanya memperoleh penghasilan dari hubungankerja dengan Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 serta tidakmemperoleh penghasilan lainnyaPPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atasjumlah kumulatif penghasilan kena pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan.Besarnya penghasilan kena pajak adalah sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlahpenghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan.IV.1.b.Bagi yang tidak memiliki NPWP atau memperoleh penghasilan lainnya selain darihubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sertamemperoleh penghasilan lainnyaPPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atasjumlah kumulatif 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto dalam tahunkalender yang bersangkutan.IV.2. Pemotongan PPh Pasal 21 Bagi Orang Pribadi Dalam Negeri Bukan Pegawai, atas Imbalanyang Tidak Bersifat BerkesinambunganPPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas 50% (limapuluh persen) dari jumlah penghasilan bruto.IV.3. Dalam hal bukan pegawai sebagaimana dimaksud pada angka IV.1 dan angka IV.2 adalahdokter yang melakukan praktik di rumah sakit dan/atau klinik maka besarnya jumlahpenghasilan bruto adalah sebesar jasa dokter yang dibayarkan pasien melalui rumah sakitdan/atau klinik sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit dan/atauklinikIV.4. Dalam hal bukan pegawai sebagaimana dimaksud pada angka IV.1 dan angka IV.2memberikan jasa kepada Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26IV.4.a.mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya, maka besarnya jumlahpenghasilan bruto adalah sebesar jumlah pembayaran setelah dikurangi denganbagian gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan tersebut, kecuali apabiladalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan bagian gaji atau upah daripegawai yang dipekerjakan tersebut, maka besarnya penghasilan bruto tersebutadalah sebesar jumlah yang dibayarkan;IV.4.b.melakukan penyerahan material atau barang, maka besarnya jumlah aliapabiladalamkontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa denganpenyerahan material atau barang.V.PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 BAGI PESERTA KEGIATANPPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah penghasilanbruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah, yang diterima oleh pesertakegiatan.VI.PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 26 BAGI ORANG PRIBADI YANG BERSTATUSSEBAGAI SUBJEK PAJAK LUAR m

1.Dasar pengenaan PPh Pasal 26 adalah dari jumlah penghasilan bruto.2.Dikenakan tarif PPh Pasal 26 sebesar 20% dengan memperhatikan ketentuan yang diatur dalamPersetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B), dalam hal orang pribadi yang menerima penghasilanadalah subjek pajak luar negeri dari negara yang telah mempunyai P3B dengan Indonesia.BAGIAN KEDUA: CONTOH PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 DAN/ATAU PPh PASAL 26I.PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 TERHADAP PENGHASILAN PEGAWAI TETAPI.1.Dengan Gaji BulananI.1.1.Retto pada tahun 2016 bekerja pada perusahaan PT Jaya Abadi dengan memperoleh gaji sebulanRp5.750.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp200.000,00. Retto menikah tetapi belummempunyai anak. Pada bulan Januari penghasilan Retto dari PT Jaya Abadi hanya dari gaji. PenghitunganPPh Pasal 21 bulan Januari adalah sebagai berikut:GajiPengurangan:1.Biaya Jabatan5% X Rp 5.750.000,002.Iuran PensiunRpRp287.500,00200.000,00Penghasilan neto sebulanPenghasilan neto setahun adalah12 X Rp 5.262.500,00PTKP setahununtuk Wajib Pajak sendiritambahan karena menikahRpRp54.000.000,004.500.000,00Penghasilan Kena Pajak SetahunPPh Pasal 21 Terutang5% X Rp 4.650.000,00Rp232.500,00PPh Pasal 21 bulan JanuariRp 232.500,00 : atan:a.Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan,

Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau kepada BPJS Ketenagakerjaan. 2. a. Selanjutnya dihitung penghasilan neto setahun, yaitu jumlah penghasilan neto sebulan dikalikan 12. b. Dalam hal seorang pegawai tetap dengan kewajiban pajak subjektifnya sebagai Wajib Pajak dalam negeri sudah ada sejak awal tahun, tetapi mulai bekerja setelah bulan Januari, maka .

Related Documents:

ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. 2. Identitas Pengusaha Kena Pajak. Diisi dengan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan dan/ atau menerima Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, sesuai dengan keterangan dalam Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, khusus untuk alamat diisi dengan alamat lengkap tempat domisili .

lampiran b : kisi - kisi instrumen lampiran c : angket penelitian lampiran d : skor hasil angket lampiran e : hasil skala perhitingan skor per butir lampiran f : gambaran perhitungan skor ideal lampiran g : uji validitas dan reabilitas lampiran h : tabel penolong lampiran i : hasil output spss lampiran j : surat - surat penelitian

direktorat jenderal perhubungan udara peraturan direktur jenderal perhubungan udara nomor : skep/77/vi/2005 tentang persyaratan teknis pengoperasian fasilitas teknik bandar udara dengan rahmat tuhan yang maha esa direktur jenderal perhubungan udara, menimbang : a. bahwa dalam keputusan menteri perhubungan nomor 48 tahun 2002

Pemahaman peraturan perpajakan ialah pengetahuan dan pemahaman pajak seseorang mengenai pajak yang akan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Kepatuhan wajib pajak adalah suatu keadan yang timbul dalam diri wajib pajak dalam diri wajib pajak dalam . pengaruh modernisasi sistem administr

Lampiran 1.1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Lampiran 1.2. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) Lampiran 1.3. Kisi-Kisi Intrumen Kemampuan Pemecahan Masalah . Lampiran 1.4. Instrumen Kemampuan Pemecahan masalah . Lampiran 1.5. Rubrik Penskoran Instrumen Kemampuan Pemecahan Masalah . Lampiran 1.6. Kisi-Kisi Angket Kepercayaan Diri . Lampiran 1.7.

Lampiran 3. Lembar Bimbingan Lampiran 7. Surat Izin Penelitian dari IAIN Lampiran 8. Surat Izin Penelitian dari SDN 68 Kota Bengkulu Lampiran 9. Surat Telah Selesai Penelitian dari SDN 68 Kota Bengkulu Lampiran 10. Lembar Angket Ahli Bahasa Lampiran 11. Angket Penelitian Minat Belajar Lampiran 12. Tabel Skor Hasil Angket Minat Belajar Lampiran 13.

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Kisi-kisi Angket Lampiran 2. Soal-soal Angket Uji Coba Lampiran 3. Soal-soal Angket Lampiran 4. Foto-foto Dokumentasi Penelitian Lampiran 5. SK Pembimbing Skripsi Lampiran 6. Surat Izin Penelitian Lampiran 7. Surat Keterangan Selesai Penelitian xvi . xvii BAB I .

Abrasive Jet Machining INTRODUCTION Abrasive water jet machine tools are suddenly being a hit in the market since they are quick to program and could make money on short runs. They are quick to set up, and offer quick turn-around on the machine. They complement existing tools used for either primary or secondary operations and could make parts quickly out of virtually out of any material. One .