Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Pada Tanaman Kedelai

3y ago
41 Views
4 Downloads
173.15 KB
14 Pages
Last View : 18d ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Ryan Jay
Transcription

BULETINBULETINPALAWIJAPALAWIJAVOL. V15OLN. 15O. 2:NO87–100. 2, OKTOBER(OKTOBER20172017)Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pada Tanaman KedelaiApplication of Integrated Pest Management (IPM) on SoybeanSri Wahyuni Indiati dan MarwotoBalai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan UmbiJalan Raya Kendalpayak Km. 8 Malang Kotak Pos 66 Malang 65101Email:NASKAH DITERIMA 22 MARET 2017;DISETUJUI UNTUK DITERBITKAN30 DESEMBER 2017ABSTRAKPengendalian Hama Terpadu (PHT) memberi ruangdan hak kehidupan bagi semua komponen biota ekologitanpa menyebabkan terjadinya kerusakan pada tanamanyang dibudidayakan. Sasaran pengendalian hamaterpadu adalah mengurangi penggunaan pestisida kimiadengan memadukan berbagai komponen teknikpengendalian hayati dan aplikasi kimiawi jika teknikpengendalian lain tidak mampu menekan populasihama. Pada tahun 1986 Pemerintah mengeluarkanInstruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1986 yang menjaditonggak sejarah PHT di Indonesia,yaitu tentang laranganpenggunaan 57 formulasi pestisida kimia untuk tanamanpadi. Perkembangan selanjutnya adalah UU No 12 Tahun1992 tentang sistem budidaya tanaman yangmenyatakan bahwa perlindungan tanaman dilaksanakandengan sistem PHT. Pengendalian hama pada tanamankedelai hingga kini masih bertumpu pada penggunaanpestisida kimia, sedangkan cara pengendalian yang lainmasih belum banyak dilakukan. Penggunaan pestisidakimia secara berlebihan berdampak pada timbulnyaresistensi hama sasaran, dan pencemaran lingkunganpertanian, sehingga PHT perlu dilakukan. PHT padatanaman kedelai merupakan teknik pengelolaankeseimbangan lingkungan pertanian melalui ekologi danefisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan ekosistemyang berwawasan lingkungan yang berkelanjutan. StrategiPHT adalah mensinergikan semua teknik atau metodepengendalian hama dan penyakit yang kompatibeldidasarkan pada asas ekologi dan ekonomi. Prinsipoperasional yang digunakan dalam PHT adalah (1)budidaya tanaman sehat, (2) penyeimbangan komponenekobiota lingkungan, (3) pelestarian musuh alami, (4)pemantauan ekosistem secara terpadu, dan (5)mewujudkan petani aktif sebagai ahli PHT.Kata Kunci : PHT, hama, kedelaiABSTRACTIntegrated Pest Management (IPM) provides spaceand life right for all components of ecological biota withoutcausing the occurrence of damage to the cultivated crops.The goal of integrated pest management is to reducethe use of chemical pesticides by combining variouscomponents of biological control and chemical application if the other management technique is not ableto reduce the pest population. In 1986 the governmentissued Presidential Instruction No. 3 of 1986 whichbecame a milestone in the IPM in Indonesia regardingthe ban of the use of 57 formulations of pesticides tocontrol pests of rice. The next development is the issuing of Act No. 12 of 1992 on plant cultivation systemwhich states that the plant protection is implementedby a system of IPM. Pest control in soybean crop is stillconcentrated in the use of chemical pesticides, whilethe other control techniques are still not implementedyet. The excessive use of chemical pesticides affectsthe appearing of the target pest resistance, and agricultural environmental pollution. As of that the application of IPM needs to be done. IPM of soybean crop isa management technique of the balance of agriculturalenvironment through ecological balance and economicefficiency in the frame of management of environmentally sustainable ecosystem. The strategy of IPM is tosynergize all of the techniques or methods to controlthe compatible pests and diseases that based on theprinciples of ecology and economics. The operationalprinciple used in IPM is (1) cultivation of healthy plants,(2) balancing environmental ecobiota component, (3)preservation of natural enemies, (4) integrated ecosystem monitoring, (5) realizing active farmers as IPMexperts.Keywords: IPM, Pest, SoybeansPENDAHULUANSalah satu ancaman dalam upaya peningkatanproduksi kedelai adalah serangan hama. DiIndonesia telah teridentifikasi 266 jenis serangga yangberasosiasi dengan tanaman kedelai yang terdiri dari111 jenis serangga hama, 53 jenis serangga yangberstatus kurang penting, 61 jenis serangga predatordan 41 jenis serangga parasit (Okada et al. 1988).Diantara 111 jenis serangga hama tersebut, tercatat50 jenis hama perusak daun, namun yang berstatushama penting hanya 9 jenis. Kehilangan hasil kedelaiakibat serangan hama dapat mencapai 80%, bahkanpada kerusakan berat dapat menyebabkan puso.Usaha pengendalian yang dilakukan terhadapserangan hama masih bertumpu pada aplikasipestisida kimia. Di mancanegara banyak insektisida87

INDIATI DAN MARWOTO.: PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PADA TANAMAN KEDELAItelah digunakan untuk mengendalikan hama kutukebul (Bemisia tabaci) dengan Acetamiprid (Zabelet al., 2001, Luo et al., 2010), Buprofezin, Diafenthiuron (Gerling and Naranjo, 1998) dan Karbosulfan (Manzano et al., 2003). Namun demikianpengendalian menggunakan insektisida-insektisidatersebut belum mampu menekan Bemisia tabacisecara efektif, demikian pula insektisida berbahanaktif imidacloprid, thiamethoxam, pyriproxyfen,buprofezin, pyridaben dan pymetrozin dilaporkanjuga belum mampu mengendalikan hama B. tabacibahkan insektisida-insektisida tersebut dilaporkantelah menimbulkan resitensi (Palumbo et al. 2001;Fernandez et al. 2009; Luo et al. 2010). Di Indonesia,Setiawati et al. (2007) melaporkan bahwaTeflubenzuron 50 EC, Permetrin 25 EC, Imidakloprid200 SL, dan Metidation 25 WP merupakan jenisbahan aktif insektisida yang terefektif untuk B. tabacidan selektif terhadap predator M. sexmaculatusdengan nilai selectivity ratio (SR) 1. Sedangkanjenis insektisida dengan bahan aktif Tiametoksan25 WG dan Sipermetrin Klorpirifos 500/50 ECtidak selektif dan membahayakan predatorMenochilus sexmaculatus dengan nilai SR 1.Gagasan untuk mengurangi dan membatasipenggunaan pestisida kimia dalam upaya pengendalian hama supaya dapat mengurangi dampaksamping yang merugikan telah lama dibahas olehpakar-pakar dunia demikian pula di Indonesia.Konsep pengendalian hama secara terpadu(Integrated Pest Control IPM) pertama dikemukakan oleh Stern et al. (1959) yaitu pengendaliandengan sistem kombinasi rasional antara penggunaan pestisida kimia dan pengendalian alami serta carapengendalian yang lain untuk mengendalikanpopulasi hama. Empat elemen dasar dalam IPMyang dikemukakan Stern et al. (1959) yaitu:,(1)penentuan ambang kendali untuk menentukan saatperlunya dilakukan tindakan pengendalian, (2)sampling untuk menentukan titik kritis tanaman ataustadium pertumbuhan hama, (3) pemahamantentang kemampuan pengendalian alami yang ada,dan (4) penggunaan jenis insektisida yang selektifdan cara aplikasinya. Konsep yang sama di Indonesiadikenal sebagai PHT (Oka 2005), dengan sasaranmengurangi penggunaan pestisida kimia yangdipadukan dengan komponen pengendalianlainnya. Dalam UU No. 12 Tahun 1992 tentangSistem Budidaya Tanaman, PHT memperolehdukungan yang kuat. Strategi pengendalian hamayang dapat digunakan dalam PHT yaitu: (1)mengusahakan pertumbuhan tanaman sehat, (2)pengendalian hayati, (3) penggunaan varietas tahan,(4) pengendalian secara mekanik, (5) pengendalian88secara fisik, (6), pengendalian dengan menggunakansenyawa kimia semio (semiochemicals) yaitu denganmemanfaatkan senyawa kimia alami yang dihasilkanoleh organisme tertentu untuk mempengaruhi sifatserangga hama, (7) pengendalian secara genetik,dan (8) penggunaan pestisida kimia.PENGENDALIAN HAMA KEDELAI DITINGKAT PETANIPola pengendalian hama di tingkat petani secaraevolusi dalam hubungannya dengan budidayatanaman pada umumnya melalui beberapa tahapan(Untung 2006).Tahapan permulaan, sebagian besar petanimengusahakan lahan pertaniannya untuk memenuhikebutuhan sendiri. Pada tahapan ini petani tidakmenggunakan masukan produksi seperti pupuk danpestisida kimia, sehingga produktivitasnya masihrendah. Cara pengendalian hama yang biasa dilakukan pada saat itu dengan cara mekanik, fisikatau bercocok tanam. Pada tanaman kedelai tahapanini berlaku hingga akhir tahun 1960 an.Tahap berikutnya adalah “budidaya secaraintensif ”, pada tahap ini usaha tani telah berkembang, lahan menjadi luas dengan tujuan memperoleh tingkat produktivitas tinggi. Hasil pertaniandipasarkan di dalam atau luar negeri. Perubahantujuan dari tahapan permulaan ke tahapan intensifmengakibatkan penggunaan teknologi modernsemakin intensif termasuk penggunaan pupuk danpestisida kimia. Pada tahapan ini petani memperolehpeningkatan produksi yang nyata. Kenyataan inisemakin mendorong peningkatan penggunaanpestisida dan masukan produksi lainnya.Tahapan kritis, setelah beberapa waktu petaniberada pada tahap eksploitasi, semakin dirasakanbahwa untuk memperoleh hasil pengendalian yangsama diperlukan penggunaan pestisida kimia yangsemakin sering dengan dosis yang terus meningkat.Biaya pengendalian hama semakin meningkat dankeuntungan yang diperoleh semakin menurun.Kondisi ini disebut tahap kritis.Tahapan kritis yang berkelanjutan akan memasukitahap yang tidak diinginkan yaitu tahapan bencana.Pada tahapan ini pengendalian hama denganpestisida sudah tidak lagi mendatangkan keuntungan. Biaya yang dikeluarkan untuk pengendalianhama untuk membeli pestisida semakin meningkat,tetapi serangan hama tidak semakin berkurangbahkan terus meningkat. Petani berusaha meningkatkan frekuensi dan dosis penyemprotan. Padadaerah yang petaninya mempunyai kemampuan

BULETIN PALAWIJA VOL. 15 NO. 2, OKTOBER 2017modal yang cukup, hampir 90% petani menggunakan insektisida kimia sebagai alat utama untukmengendalikan hama. Di beberapa daerah ada yangsangat intensif menggunakan insektisida dengan dosisdan frekuensi tinggi dan ada pula yang kurang ataudi bawah dosis yang dianjurkan. Kedua cara tersebutberdampak negatif, selanjutnya hama tidak dapatterkendali dengan baik karena timbulnya masalahresistensi pada hama sasaran dan resurgensi(Marwoto 2009). Tindakan yang dapat dibenarkandalam usaha pengelolaan hama terpadu adalahtindakan pengendalian hama dengan pestisida kimiaberdasarkan ada tidaknya hama atau berdasarkanambang kendali. Tindakan pencegahan akan memboroskan penggunaan pestisida kimia yang harganyamahal, sedangkan tindakan pengendalian berdasarkan gejala kerusakan yang terjadi sering terlambatsehingga populasi hama sukar dikendalikan.Beberapa masalah yang menyebabkan petanigagal menanggulangi hama, diantaranya adalah:a) Lemah dalam identifikasi hama dangejala serangan. Pada umumnya petani hanyamengenal jenis hama yang sedang makan/merusaktanaman saja. Tidak semua fase pertumbuhan hamamakan/merusak tanaman. Contoh serangga hamadari Ordo Lepidoptera yang berstatus sebagai hamatanaman hanya larvanya saja, sedangkan ngengat/kupu-kupu, kepompong, kelompok telur tidakmakan/merusak tanaman. Pengetahuan perubahanbentuk serangga (metamorfosis) belum di ketahuipetani. Lemahnya identifikasi dan sistem pemantauanmenyebabkan waktu dan tindakan pengendaliantidak tepat. Di samping itu petani juga belum dapatmembedakan antara hama dan musuh alami(predator, parasitoid, dan patogen serangga).b) Tindakan pengendalian yang terlambat.Akibat lemahnya identifikasi hama dan pengenalangejala kerusakan, menyebabkan tindakan pengendalian yang terlambat. Hasil survei menunjukkanbahwa petani kedelai yang memiliki alat semprotsendiri hanya berkisar 10-15% saja, sedang yanglain bergantung dari peminjaman atau sewa.Keterbatasan pemilikan alat semprot ini sering menyebabkan keterlambatan petani dalam melakukantindakan pengendalian hama kedelai karena padasaat dibutuhkan tindakan pengendalian, alat semprottidak tersedia (Marwoto et al. 1991). Populasi hamayang tinggi dan larva/nimfa sudah mencapai umuryang lebih lanjut akan lebih tahan terhadap pestisida.Hasil penelitian Laba dan Soekarna (1986)menunjukkan bahwa ulat grayak pada instar limatahan terhadap aplikasi insektisida atau tingkatkematian ulat hanya 40-50%.c) Aplikasi insektisida yang kurang tepat.Teknik aplikasi insektisida di tingkat petani seringtidak tepat sasaran. Dosis pestisida yang digunakanpada umumnya terlalu rendah. Hasil survei menyatakan bahwa petani di Jawa Timur menggunakan insektisida dengan dosis dan konsentrasi yanglebih rendah dari seharusnya (Marwoto et al., 1991).Konsentrasi anjuran penggunaan insektisida untukmengendalikan hama berkisar 2–4 ml/l airtergantung dari macam kandungan bahan aktifpestisida. Kenyataannya banyak petani yangmenggunakan konsentrasi kurang dari 2 ml/l air,walaupun sebagian telah menggunakan konsentrasiyang benar (Tabel 1). Petani tidak memenuhi anjuran penggunaan konsentrasi pestisida dan volumesemprot air/hektar. Petani menggunakan volumesemprot rata-rata antara 15–20 tangki per hektaratau 225–300 l/ha, sedang volume semprot anjuranberkisar 400–500 l/ha. Pemakaian dosis yangrendah ini menyebabkan pengendalian hama tidakefektif dan masalah hama kedelai tidak dapatterselesaikan.d)Pelaksanaan tindakan pengendalianhama secara bijaksana. Untuk melakukantin-dakan pengendalian hama secara bijaksanadiperlukan pengetahuan tentang jenis dan perilakuhama yang menyerang tanaman. Kebanyakanpetani hanya mengenal jenis hama pada saat stadiamerusak tanaman, sedang “hama” pada stadia tidakaktif merusak tanaman, belum banyak diketahui.Informasi bioekologi hama dan musuh alami padaumumnya belum diketahui oleh petani. Dibandingkan pada tanaman, informasi tentang bioekologihama tanaman kedelai masih sangat kurang karenaSLPHT palawija baru diawali sekitar tahun 1990an. Informasi bioekologi hama sangat penting untukproses monitoring dan pengambilan keputusandalam tindakan pengendalian hamaTUNTUTAN TERHADAPPENGENDALIAN HAMA TERPADU(PHT)Secara politik dan hukum PHT merupakan satusatunya kebijakan Pemerintah Indonesia dalamkegiatan perlindungan tanaman seperti tertera padaUU No 12 Tahun 1992 tentang sistem budidayatanaman. Dalam era globalisasi ekonomi, PHTmemperoleh dukungan kuat dari komunikasinternasional dan pasar global. Namun pemasyarakatan PHT di Indonesia dirasakan masihkurang, masih banyak pihak ketiga terkait yangbelum memaham

INDIATI DAN MARWOTO.:P ENERAPAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PADA TANAMAN KEDELAI 88 telah digunakan untuk mengendalikan hama kutu kebul (Bemisia tabaci) dengan Acetamiprid (Zabelet al., 2001, Luo et al., 2010), Buprofezin, Diafen- thiuron (Gerling and Naranjo, 1998) dan Karbos-ulfan (Manzano et al., 2003).Namun demikian pengendalian menggunakan insektisida-insektisida

Related Documents:

Alih teknologi tentang cara pengendalian hama dan penyakit pada tanaman padi perlu diaplikasikan oleh petani. Sistem pengendalian hama terpadu (PHT) adalah suatu konsep atau cara berpikir dalam upaya pengendalian populasi atau tingkat serangan hama dengan menerapkan berbagai teknik pengendalian yang dipadukan dalam satu kesatuan untuk mencegah .

HAMA PENYAKIT GANJUR (Orseolia oryzae Wood-Mason) Dittlin, 1990 Gambar 1 . gejala serangan hama ganjurdan imago O. oryzae Status Hama ganjur semula bukan merupakan hama yang serius tetapi sejak tahun 1960 menjadi hama yang serius. Serangan hama ganjur berat terjadi pada tahun 1960/61 mencapai 70.000 ha, tahun 1969 seluas 20.000 ha dan tahun 1972/73

Pemberantasan hama,penyakit dan gulma Pemberantasan OPT dilakukan secara terpadu.Pengelolaan hama pada prinsipnya dilakukan dengan pendekatan ekologis yaitu tindakan evaluasi dan penggabungan semua teknik pengendalian yang ada secara terpadu. Hama pada tanaman kakao a-l 1. Penggerek buah kakao(PBK)

Hama dan Penyakit (P HP) da ri Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (B PTPH). HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan pengabdian pada masyarakat “Pengendalian Hama Terpadu (P HT) Biointensif Pada Tanaman Padi di Desa Senaning” dilakukan dalam dua rangakain kegiatan yaitu: 1)

penyakit tungro dan hama tikus. OPT yang dominan lainnya adalah penggerek batang, keong mas, walang sangit, kepinding tanah dan blas. Perkembangan luas tingkat serangan hama penyakit tanaman padi tahun 2009 dan 2010 disajikan pada Lampiran 1. Perkembangan intensitas serangan hama penyakit

BAB II : KONSEP SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang dan perkembangan sistem pengendalian, pengertian sistem pengendalian manajemen, konsep dasar pengendalian, jenis-jenis pengendalian, dan keterbatasan suatu sistem pengendalian manajemen, serta soal latihan.

Hama dan penyakit tanaman merupakan kendala yang perlu diantisipasi perkembangannya karena dapat menimbulkan gangguan terhadap pertumbuhan tanaman. Dalam kaitannya dengan pengendalian hama dan penyakit tanaman khususnya untuk koleksi paku-pakuan di KRP, terlebih dahulu dilakukan inventarisasi jenis-jenis hama dan penyakit yang menyerang koleksi .

The American Revolution: a historiographical introduction he literary monument to the American Revolution is vast. Shelves and now digital stores of scholarly articles, collections of documents, historical monographs and bibliographies cover all aspects of the Revolution. To these can be added great range of popular titles, guides, documentaries, films and websites. The output shows no signs .