BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Berbasis Pesantren

2y ago
35 Views
2 Downloads
2.69 MB
28 Pages
Last View : 1m ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Angela Sonnier
Transcription

10BAB IILANDASAN TEORIA. Pendidikan Berbasis PesantrenSecara umum, sejarah berkembangnya Pondok Pesantrenadalahsejarah perkembangan agama Islam di Indonesia,dan merupakan salah satumodel pendidikan bercirikan Islam yang tertua. Secara bahasa, Pondok yangdiambil dari bahasa Arab al-Fundûq ) (الفندوق berarti hotel, penginapan1,sedang Pesantren diambil dari kata Santri –yang berarti murid—denganmendapatkan imbuhan pe an2 menjadi Pesantrian, lalu bermetamorfosismenjadi Pesantren. Dari sini, arti Pondok Pesantren dapat dipahamisebagaipusat kajian Islam untuk siswa-siswa yang diasramakan. KeputusanLokakarya Intensifikasi Pengembangan Pondok Pesantren (Jakarta, 2-6 Mei1978) menyebutkan definisi Pondok Pesantren sebagai berikut :Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang minimalterdiri dari 3 unsur, yaitu (1) Kiai/syekh/ustadz yang mendidik sertamengajar, (2) Santri dengan asramanya, dan (3) Masjid.3Mastuhu memberikan pengertian Pesantren sebagai berikut :Lembaga pendidikan Islam untuk memahami, menghayati, danmengamalkan ajaran agama Islam (tafaquh fiddina) denganmenekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidupsehari-hari.4Kelahiran dan perkembangan Pondok Pesantren terjadi seiring denganperkembangan Islam di Nusantara, yang telah menghadapi berbagai macamperubahan sosial politik—mulai era kerajaan-kesultanan, masa penjajahan,1Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir, Pustaka Progressif, Yogyakarta, hal.2Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren, LP3ES, Jakarta, 1984, hal. 18.1073.3Lihat Haidar Putra Daulay, Historitas dan Eksistensi : Pesantren, Sekolah danMadrasah, Tiara Wacana, 2001, Yogyakarta, hal. 13.4Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian Tentang Unsur danNilai Sisten Pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS, 1994, hal. 6.

11masa kemerdekaan, hingga Orde Lama dan Orde Baru. Perubahan-perubahanyang terjadi itu, di antaranya, diawali dengan adanya pendidikan tradisionalPondok Pesantren dalam bentuk pengajian di rumah-rumah, lalu di musholaatau langgar yang dibangun si pemilik rumah, lalu dibuatkanlah ruang-ruanguntuk peristirahatan peserta pengajian, dan menjelma menjadi satu kesatuanPondok Pesantren atau Pendidikan yang berbasis Pondok Pesantren. MenurutAzyumardi Azra, kehadiran Pondok Pesantren disebabkan karena dua alasan,yakni: Pertama, Pondok Pesantren hadir untuk merespon situasi dan kondisisuatu masyarakat yang dihadapkan pada runtuhnya sendi-sendi moral atau bisadisebut perubahan sosial. Kedua, didirikannya Pondok Pesantren adalah untukmenyebarluaskan ajaran Islam ke seluruh pelosok Nusantara.5 Mastuhu menulis,Pesantren merupakan salah satu jenis pendidikan Islam Indonesia yangbersifat tradisional untuk mendalami ilmu agama Islam, danmengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian, atau disebut tafaqquhfiddin, dengan menekankan pentingnya moral dalam hidup bermasyarakat.6Istilah Pendidikan Berbasis Pesantren bukanlah istilah yangsederhana. Makna pendidikan—dalam perspektif pesantren—telah memuatmakna dan spirit tarbiyah (pembinaan) & ta’lîm (pengajaran) sekaligus. Iniselaras dengan pengertian pendidikan menurut Plato yang menyatakan bahwapendidikan adalah mengasuh jasmani dan rohani, supaya sampai kepadakeindahan dan kesempurnaan yang mungkin dicapai.Atau pengertian menurutJules Simon yang mengatakan bahwa pendidikan adalah jalan untuk merubahakal menjadi akal yang lain dan merubah hati menjadi hati yang lain.7Namun,dalam perkembangannya, aktualisasi proses pendidikan yang ada di negarainicenderung menyempit menjadi pengajaran.Padahal, negara telah menjaminurgensi pendidikan moral (agama) sebagaimana diatur dalam berbagai5Azyumadi Azra, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru,(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2000), hal 51.6Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian Tentang Unsur dan Nilai SistenPendidikan Pesantren, Ibid, hal. 3.7Pendapat Plato dan Jules Simon dikutip dari Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikandan Pengajaran, Pt. Hidakarya Agung, Jakarta, t.t., halaman 5.

12ketentuan.8 Secara normatif, negara tidak pernah memisahkan antara tarbiyahdan ta’lîm.Kedua semangat itu—pembinaan dan pengajaran—yang menjadikekuatan utama pendidikan yang diimplementasikan di Pondok Pesantren.Spirit tarbiyah yang diaktualisasikan dalam pendidikan ala Pondok Pesantrenbukanlah suatu kelebihan, melainkan sebuah ciri khas. Artinya, PendidikanPondok Pesantren yang tidak menerapkan tarbiyah sebagai sebuah ciri khasmaka ia bukanlah Pondok Pesantren yang sebenarnya, melainkan “lembagapendidikan yang diasramakan”. Dengan demikian, menjadikan tarbiyahsebagai model dan fokus adalah harga mati bagi pendidikan di PondokPesantren. Mahmud Yunus menegaskan perbedaan 2 elemen ini dengankalimatnya sebagai berikut9 :Perbedaan antara mendidik dan mengajar besar sekali. Mendidik(adalah) menyiapkan anak-anak dengan segala macam jalan, supayadapat mempergunakan tenaga dan bakatnya dengan sebaik-baiknya,sehingga mencapai kehidupan yang sempurna dalam masyarakattempat tinggalnya. Sebab itu pendidikan mencakup pendidikanjasmani, ‘aqli, khuluqi, perasaan, keindahan, kemasyarakatan.Adapun mengajar adalah salah satu segi dari beberapa segipendidikan yang bermacam-macam itu.Pendidikan Pondok Pesantren selama ini memiliki peran yang sangatpenting dalam mendidik anak bangsa. Seorang kiai yang mengasuh sebuahpesantren bukan sekedar guru atau orang tua bagi para santri-santrinya,melainkan juga sebagai agen perubahan sosial. Untuk mengimplementasikankonsep tarbiyah dan ta’lîm, Pondok Pesantren memiliki komponenkomponen. Zamakhsari menyebutkan ada 4 komponen Pondok Pesantren,yaitu pondok, santri, pengajaran kitab-kitab klasik dan kiai, sedangkan8Lihat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, danjuga Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.9Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, halaman 18-19.

13Abdurrahman Mas’ud menambahkan satu unsur Kitab Kuning.10Secara lebihsederhana, komponen Pondok Pesantren adalah sebagai berikut :1.KiaiSeorang Kiai disyaratkan memiliki kemampuan-kemampuantertentu untukmemimpin Pondok Pesantren. Secara umum, seorang Kiaimenguasai berbagai disiplin ilmu studi-studi Islam, serta memilikiperilaku yang sesuai dengan kapasitas keilmuannya. Namun, banyak pulayang cukup menguasai satu disiplin ilmu tertentu. Yang jelas, seorangKiai harus memiliki ilmu mendidik, sebab ia bukan sekedarpemimpinPondok Pesantren saja, melainkan juga tokoh perubahan sosial(agent of social change).11Seorang Kiai memiliki peranan aktif dalamperubahan sosial, bahkan memelopori perubahan sosial itu dengancaranya sendiri. Masalah yang dihadapi seorang Kiai bukanlahbagaimana kebutuhan akan perubahan itu dapat dipenuhi tanpa strudenganmemanfaatkan ikatan-ikatan sosial itu sebagai mekanisme perubahansosial yang diinginkan.122.SantriDengan berbagai klasifikasinya—misalnya santri Mukim dan Kalong—santri adalah elemen pokok dalam proses pendidikan di PondokPesantren. Data yang pernah diambil oleh Kementerian Agama RImenyebutkan bahwa jumlah santri di Pondok Pesantren adalah3.369.19313—jumlah sesungguhnya diyakini lebih banyak sebab banyakLihat Tradisi Pesantren, hal. 44, dan Abdurrahman Mas’ud, Intelektual Pesantren:Perhelatan Intelektual dan Tradisi, LKiS, Yogyakarta, 2004.1011Lihat Hiroko Horikoshi, Kyai dan Perubahan Sosial, P3M, Jakarta, 1987. Lihat jugaLathiful Khuluk, Fajar Kebangunan Ulama : Biografi KH. Hasyim Asy’ari, LKiS, Yogyakarta.12Dikutip dari Abdurrahman Wahid dalam pengantarnya atas Hiroko Horikoshi, Kyai danPerubahan Sosial, hal xvii.13Direktorat Jenderal Kelembagaan Pendidikan, Departemen Agama, StatistikPendidikan Agama & KeagamaanTahun Pelajaran 2003-2004, Desember 2004.

14Pondok Pesantren yang tidak terdaftar atau mendaftarkan diri diKementerian Agama.3.Kegiatan PengajianSebagai bagian penting dalam proses pembentukan akhlak sebagai tujuanutama belajar di Pondok Pesantren. Kegiatan-kegiatan yang masuk inidalam elemen ini antara lain shalat & dzikir berjamaah, sertra pengajiankitab—baik kuning maupun putih. Kontinyuitas kegiatan seperti shalatdan berzikir berjamaah dalam proses kegiatan pendidikan di PondokPesantren menjadi kegiatan wajib yang tidak bisa ditawar—ataudiwakilkan. Di lembaga pendidikan apapun—selama diakui sebagaiPondok Pesantren—maka tersebut dipastikan ada.4.PemondokanAdalah bangunan yang meliputi kamar santri dan mushola. MenurutZamakhsari Dhofier, ada 3 alasan kenapa pemondokan harus ada, yaitu14:a. Para santri datang dari tempat jauh yang bertujuan untuk menimbailmu kepada kiai,b. Pesantren lebih banyak berada di desa-desa, dimana tidak tersediaperumahan untuk santri, danc. Hubungan timbal balik antara kiai dan santri jika hidup dan tinggal disatu area atau kompleks.5.Kitab KuningSebagai materi yang dikaji para santri selama mukim di PondokPesantren, Kitab Kuning adalah komponen atau unsur yang sangat urgen.Menguasai Kitab Kuning, yang terdiri dari berbagai spesifikasi dantingkatan, menjadi prasyarat seorang santri untuk menjadi seorang Kiai.Komponen-komponen itu nampaknya bukan berdasarkan konsepproduk asli lokal, melainkan mengikuti ide-ide yang diberlakukan sejumlahlembaga pendidikan di Timur Tengah berabad-abad lampau. Demikian puladengan jenis-jenis pendidikan di Pondok Pesantren. Jika harus memilah jenis14Tradisi Pesantren, Op. cit., hal. 47-54.

15jenisnya, maka kita akan mendapatkan banyak klasifikasinya, terutamaberdasarkan dari tema-tema yang didalami di Pondok Pesantren tersebut. AdaPondok Pesantren yang memfokuskan pendidikannya pada pengajaran materifiqihnya saja, atau ilmu alat atau gramatika Arab saja, atau Tahfîdz Al-Qur ansaja. Ada juga Pondok Pesantren yang fokus kepada tema lain, misalnyapesantren penanganan korban obat-obatan terlarang, atau pondok pesantrenyang memfokuskan kepada praktik-praktik (‘amaliyah) tarekat. Sehingga,masing-masing klasifikasi, jenis dan warna Pondok Pesantren tersebutmemiliki corak-corak tersendiri—tidak termasuk metode-metode pengajaranseperti Sorogan, Bandongan dan sebagainya sebagaimana dicatat olehZamakhsari Dhofier.15Pondok Pesantren merupakan institusi merdeka, plural dan tidakseragam. Pluralitas Pondok Pesantren dapat ditunjukkan oleh tiadanya sebuahaturan atau kesepakatan apapun, baik menyangkut manajerial, administrasi,birokrasi, budaya, kurikulum, termasuk pemihakan politik. Aturan hanyadatang dari pemahaman keagamaan yang dipersonifikasikan melaluipengajian Kitab Kuning. Tidak mudah untuk membuat pola ataumengklasifikasikan Pondok Pesantren. Bahkan dikatakan sulit untukdipolakan secara tajam. Dikatakan juga, bukan suatu hal yang mustahil terjadisetelah pesantren-pesantren dipolakan ke dalam beberapa pola, masih saja adasatu atau dua pesantren yang sulit untuk dimasukkan ke dalam pola-pola yangtelah ditetapkan.16 Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomidan Sosial (LP3ES) pernah melakukan penelitian tentang pola pesantrendengan mengambil lokasi di Bogor Jawa Barat dan hasilnya adalah sebagaiberikut :1. Pola I, terdiri dari masjid dan rumah kiai.2. Pola II, terdiri dari masjid, rumah kiai dan pondok.3. Pola III, terdiri dari masjid, rumah kiai, pondok dan madrasah.15Tradisi Pesantren, Op. cit., hal. 28-29.16Lihat Haidar Putra Daulay, Historitas dan Eksistensi, Op. cit., hal. 31-34.

164. Pola IV, terdiri dari masjid, rumah kiai, pondok, madrasah dan tempatketrampilan.5. Pola V, terdiri dari masjid, rumah kiai, pondok, madrasah, tempat ketrampilan,universitas, gedung pertemuan, tempat olahraga, sekolah umum.17Ada juga pola pesantren berdasarkan kurikulumnya, yang dapatdiuraikan sebagai berikut :1. Pola I, materi yang dikemukakan di pesantren adalah mata pelajaran agamayang bersumber dari kitab-kitab klasik (kitab kuning). Metode ini adalahwetonan dan sorogan, tidak mengenal klasikal.2. Pola II, hampir sama dengan Pola I, hanya saja proses belajar mengajardilaksanakan secara klasikal dan non klasikal. Santri dibagi dalam jenjangpendidikan mulai ibtidaiyah, tsanawiyah dan aliyah.3. Pola III, pada pola ini kurikulum telah ditambahi dengan mata pelajaran umum,dan aneka kegiatan ketrampilan, kesenian, organisasi dan lainnya.4. Pola IV, pola ini menitikberatkan pelajaran ketrampilan disamping agama.Ketrampilan ditujukan untuk bekal kehidupan santri setelah tamat pesantren,meliputi pertanian, pertukangan dan peternakan.5. Pola V, pada pola ini materi yang diajarkan di pesantren adalah sebagai berikut :a. Pengajaran kitab klasik.b. Madrasah, di pesantren diadakan pendidikan model madrasah, selainmengajarkan mata pelajaran agama, juga pelajaran umum. Kurikulummadrasah dibagi menjadi dua bagian ;i. Kurikulum yang dibuat oleh pondok sendiri,ii. Kurikulum pemerintah dengan memodifikasi materi agama.c. Ketrampilan.d. Sekolah umum, pesantren juga menyelenggaran sekolah umum yangkurikulumnya mengikuti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,sedangkan kurikulum pendidikan agama disusun oleh pesantren sendiri.e. Perguruan tinggi, beberapa pesantren yang tergolong besar telah membukaperguruan tinggi. 181718Haidar Putra Daulay, Historitas dan Eksistensi, Op. cit., hal. 32.Haidar Putra Daulay, Historitas dan Eksistensi, Op. cit., hal. 33-34.

17Tidak ada satu kekuatan pun yang dapat memaksa ribuan PondokPesantren menjadi satu pola atau warna. Karena tingkat pluralitas danindependensi yang kuat inilah dirasakan sulit untuk memberikan konsepdefinitif tentang Pondok Pesantren.19 Ini belum termasuk permasalahan yangberkaitan dengan perkembangan zaman, dimana pesantren harus melakukanperubahan-perubahan. Mastuhu menulis;Hal‐hal tersebut akan "memaksa" pesantren untuk mencari bentukbaru yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan dan kemajuan ilmudan teknologi, tetapi tetap dalam kandungan iman dan takwa kepadaTuhan Yang Maha Esa.20Namun, dari berbagai pola, klasifikasi, warna dan corak, secara umumorientasi pendidikan Pondok Pesantren berbasis kepada beberapa hal sebagaiberikut :1. Tafaqquh fi depengajarannya, atau bagaimana pun visi dan misi pendiri dan pengasuh,model pendidikan yang dikembangkan pondok pesantren memiliki satutujuan yang sama, yakni pusat Tafaqquh fi ad-Dîn—atau Center of IslamicStudies (Pusat Studi Islam). Pondok Pesantren tetap menjadi pusat studiIslam—sekalipun belakangan muncul model pondok pesantren pertanian,pondok pesantren wira usaha dan lain sebagainya. Bagi penulis, itu semuahanyalah sebagai corak atau warna, sedangkan orientasi asal dan asliadalah pembentukan watak, akhlak dan karakter melalui pendalaman danaktualisasi materi-materi agama. Jika di kemudian hari sebuah pesantrenmembuka pendidikan umum, maka hal itu sebagai dinamika duniapesantren, dan pesantren tidak melupakan untuk tetap menyelenggarakan19Marzuki Wahid, Pesantren di Lautan Pembangunanisme : Mencari KinerjaPemberdayaan”, dalam Pesantren Masa Depan : Wacana Pemberdayaan dan TransformasiPesantren, Bandung, Pustaka Hidayah, 1999, 145-147.20Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian Tentang Unsur danNilai Sisten Pendidikan Pesantren, Ibid, hal. 12.

18pendidikan kitab kuning.21 Berdasarkan pemaparan ini, kritik terhadapkurikulum pengajaran beberapa materi Kitab Kuning sebagai jumud, rigidnan sempit adalah kritik yang salah alamat karena materi-materi ituhanyalah sebuah baju belaka. 222. Bebas.Masing-masing pondok pesantren yang berdiri dan dikembangkanoleh pengasuhnya bebas memilih tema yang didalami di pesantren.Pengasuh yang memiliki latar belakang keilmuan fiqih, misalnya, akanmemfokuskan pendidikan di Pondok Pesantrennya dengan pengajaranfiqih—tidak berarti mengabaikan materi lainnya.Sekalipun ada fokusfokus pada pengajaran di Pondok Pesantren, seorang kiai sudah tentu jugamenguasai berbagai disiplin ilmu. Kiai Mahfudz At-Tirmisi, misalnya,sekalipun beliau dikenal sebagai ahli Hadits, namun beliau juga mampudan menguasai berbagai disiplin ilmu dalam studi Islam.23 Demikian jugadengan pendidikan di pondok pesantren yang pengasuhnya merupakanpemimpin tarekat, maka kegiatan pendidikannya akan lebih kental denganpraktik membaca dzikir-dzikir yang dikembangkan oleh pendiri tarekat.Dengan demikian, berbicara tentang materi pendidikan (atau pengajaran)di pondok pesantren, kita tidak bisa menyamakan persepsi masing-masingpengasuh Pondok Pesantren.3. Komprehensif.Yaitu memadukan konsep Tarbiyah dan Ta’lîm (pengajaran danpendidikan) menjadi satu kesatuan konsep dan makna yang tidakterpisahkan. Konsep pemaduan ini dilakukan sebab Pondok Pesantrenmemahami bahwa puncak keabadian manusia ada pada karakter atauakhlaknya. Sehingga, penanaman nilai-nilai akhlak bukan lagi sekedarpenting atau dipentingkan—dalam istilah yang ditulis oleh Haidar21Haidar Putra Daulay, Historitas dan Eksistensi, Op. cit., hal. 31.22Suwendi, Sejarah & Pemikiran Pendidikan Islam, PT. Rajagrafindo, Jakarta, 2004, hal.23Lihat Abdurrahman Mas’ud, Intelektual Pesantren, Op. cit., hal. 135-156.119-120.

19Daulay24—melainkan itu adalah tujuan terbesar didirikannya -nilaiakhlakjugamenjadi ciri-ciri kurikulum Pondok Pesantren. Sebagaimana yangditerangkan oleh Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany,25 ciri-ciriumum kurikulum pendidikan Islam harus meliputi minimal hal-hal sebagaiberikut :a.Agama dan Akhlak merupakan tujuan utama. Segala yang diajarkandan diamalkan harus berdasarkan pada Al-Qur an dan As-Sunnahserta Ijtihad para ulama.b.Mempertahankan pengembangan dan bimbingan terhadap semuaaspek pribadi siswa dari segi intelektual, psikologi, sosial danspiritual.Dari keterangan ini, sangat tepat jika dalam kurikulum pendidikan Islamseperti di Pondok Pesantren ditetapkan berdasarkan prinsip-prinsip yang patutdipertimbangkan seperti sebagai berikut :1.Teo-sentris, artinya seluruh aktifitas kegiatan dipandang sebagai ibadahkepada anpesantrendilaksanakan secara sukarela dan mengabdi kepada sesama dalam rangkamengabdi kepada Tuhan.3.Kearifan, yakni bersikap dan berperilaku sabar, rendah hati, patuh padaketentuan hukum agama, mampu mencapai tujuan tanpa merugikanorang lain, dan mendatangkan manfaat bagi kepentingan bersama.4.Kesederhanaan, artinya tidak sama dengan kemiskinan, tetapi sebaliknyaidentik dengan kemampuan bersikap dan berpikir wajar, proporsional dantidak tinggi hati.2425Haidar Putra Daulay, Historitas dan Eksistensi, Op. cit., hal. 11.Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam,sebagaimanadikutip oleh Dr. Armai Arief, dalam Pengantar Ilmu Metodologi Pendidikan Islam, Ciputat Pers,2002, hal. 33.

205.Kolektivitas, maksudnya pesantren menekankan pentingnya kolektivitasatau kebersamaan lebih tinggi daripada individualisme.6.Mengatur kegiatan bersama, prinsipnya adalah para santri mengaturhampir semua kegiatan proses belajar‐mengajar terutama berkenaandengan kegiatan‐kegiatan kokurikuler, dari sejak pembentukan organisasisantri, penyusunan program‐programnya, sampai pelaksanaan danpengembangannya.7.Kebebasan terpimpin, terutama dalam menjalankan kebijaksanaankependidikannya. Prinsip tersebut bertolak dari ajaran bahwa semuamakhluk pada akhirnya tidak dapat keluar melampaui ketentuansunatullah,. di samping itu juga kesadaran bahwa masing‐masing anakdilahirkan menurut fitrahnya dan masing‐masing individu memilikikecenderungan sendiri‐sendiri.8.Mandiri, yakni mengatur dan bertanggung jawab atas keperluannyasendiri, seperti: mengatur uang belanja, memasak, mencuci pakaian,merencanakan belajar, dan sebagainya.9.Pesantren adalah tempat mencari ilmu dan mengabdi, maknanya bahwapesantren adalah tempat mencari ilmu dan mengabdi. Tetapi pengertianilmu menurut mereka tampak berbeda dengan pengertian ilmu dalam artiscience. lImu bagi pesantren dipandang suci dan merupakan bagian yangtak terpisahkan dari ajaran agama. Mereka selalu berpikir dalamkerangka keagamaan, artinya semua peristiwa empiris dipandang dalamstruktur re1evansinya dengan ajaran agama.10. Meng

A. Pendidikan Berbasis Pesantren Secara umum, sejarah berkembangnya Pondok Pesantrenadalah sejarah perkembangan agama Islam di Indonesia,dan merupakan salah satu . sehingga mencapai kehidupan yang sempurna dalam masyarakat tempat tinggalnya. Sebab itu pendidikan mencakup pendidikan

Related Documents:

tentang teori-teori hukum yang berkembang dalam sejarah perkembangan hukum misalnya : Teori Hukum Positif, Teori Hukum Alam, Teori Mazhab Sejarah, Teori Sosiologi Hukum, Teori Hukum Progresif, Teori Hukum Bebas dan teori-teori yang berekembang pada abad modern. Dengan diterbitkannya modul ini diharapkan dapat dijadikan pedoman oleh para

BAB II Landasan Teori Dan Pengembangan Hipotesis A. Teori Agency (Agency Theory) . agent (yangmenerima kontrak dan mengelola dana principal) mempunyai kepentingan yang saling bertentangan.3 Aplikasi agency theory dapat terwujud dalam kontrak kerja yang akan mengatur proporsi hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan tetap memperhitungkan kemanfaatan secara keseluruhan.4 Teori agensi .

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Beberapa tulisan yang dapat digunakan sebagai tolok ukur seperti tesis, . teori manajemen, dan teori analisis SWOT. Perbedaan penelitian tersebut di atas adalah perbedaaan

BAB II LANDASAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Nilai Nilai berasal dari bahasa Latin vale’re yang artinya berguna, mampu akan, berdaya, berlaku, sehingga nilai diartikan sebagai sesuatu yang dipandang baik, bermanfaat dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau sekelompok orang.1

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam penyusunan skripsi ini dibutuhkan tinjauan pustaka yang berisi teori-teori atau konsep-konsep yang digunakan sebagai kajian dan acuan bagi penulis 2.1.1. Pengertian Sistem Suatu sistem t

17 BAB II LANDASAN TEORI A. Teori Stakeholder (Stakeholder Theory) Ramizes dalam bukunya Cultivating Peace, mengidentifikasi berbagai pendapat mengenai stakeholder.Friedman mendefinisikan stakeholder sebagai: “any group or individual who can affect or is affected by the achievment of the organi

BAB II . URAIAN TEORI . 1.1. Landasan Teori . Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari ha

6 BAB II LANDASAN TEORI . A. Kajian Teori. 1. Konstruktivisme a. Pengertian Konstruktivisme Konstruktivis