HUBUNGAN KONSELING GIZI DENGAN ANEMIA PADA IBU

2y ago
74 Views
12 Downloads
964.92 KB
55 Pages
Last View : Today
Last Download : 3m ago
Upload by : Luis Waller
Transcription

HUBUNGAN KONSELING GIZI DENGAN ANEMIA PADA IBUNIFAS DI MUKIM PEUREUMEUE KECAMATAN KAWAY XVIKABUPATEN ACEH BARATTAHUN 2014SKRIPSIMISNAR RAMELANIM : 09C10104025PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKATUNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH2014

HUBUNGAN KONSELING GIZI DENGAN ANEMIA PADA IBUNIFAS DI MUKIM PEUREUMEUE KECAMATAN KAWAY XVIKABUPATEN ACEH BARATSKRIPSIMISNAR RAMELANIM : 09C10104025PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKATUNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH2014

HUBUNGAN KONSELING GIZI DENGAN ANEMIA PADA IBUNIFAS DI MUKIM PEUREUMEUE KECAMATAN KAWAY XVIKABUPATEN ACEH BARATSKRIPSIMISNAR RAMELANIM : 09C10104025Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh\Gelar Sarjana Kesehatan MasyarakatPada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku UmarPROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKATUNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH2014

BAB IPENDAHULUAN1.1.Latar BelakangAnemia Gizi merupakan masalah kesehatan yang berperan dalam penyebabtingginya angka kematian ibu, angka kematian bayi serta rendahnya produktivitaskerja, prestasi olahraga dan kemampuan belajar. Oleh karena itu, penanggulangananemia gizi menjadi salah satu program potensial untuk meningkatkan kualitassumber daya manusia (Depkes R.I, 2005).Anemia merupakan kondisi kurangnya sel darah merah (eritrosit) dalamdarah seseorang. Anemia terjadi karena kurangnya hemoglobin yang berarti jugaminimnya oksigen ke seluruh tubuh. Apabila oksigen berkurang tubuh akan menjadilemah, lesu dan tidak bergairah (Budihardjo, 2004).Anemia gizi disebabkan oleh defisiensi zat besi, asam folat, dan / atauvitamin B12, yang kesemuanya berakar pada asupan yang tidak adekuat, ketersediaanhayati rendah (buruk), dan kecacingan yang masih tinggi. Anemia kekurangan besidan juga anemia kekurangan asam folat sebenarnya tidak perlu terjadi bila makanansehari-hari cukup mengandung besi dan asam folat. Namun sumber makanankaya besi umumnya terdapat pada sumber protein hewani, ikan dan daging yangsepenuhnya tidak terjangkau oleh kebanyakan masyarakat (Arisman, 2007).Anemia berat menyebabkan kegagalan jantung atau kematian pada saat atausehabis melahirkan yang bagi ibu sehat tidak membahayakan, bagi ibu nifas dengananemia berat dapat menimbulkan kematian. Sekitar 20% kematian maternal di negaraberkembang penyebabnya berkaitan langsung dengan anemia defisiensi besi.1

2Disamping dapat mengakibatkan kematian, anemia defisiensi besi pada kehamilanmenyebabkan pertumbuhan janin dalam kandungan terganggu, dan munculnya BeratBayi Lahir Rendah (BBLR) (Khomsan, 2003).Risiko anemia gizi pada ibu hamil lebih tinggi dibandingkan dengan wanitatidak hamil. Salah satu penyebabnya adalah pada ibu hamil diperlukan kebutuhan zatgizi yang meningkat. Selain untuk menutupi kehilangan basal (kehilangan zat gizimelalui keringat, urine, dan kulit), juga dibutuhkan untuk keperluan pembentukansel-sel darah merah yang bertambah banyak serta untuk kebutuhan plasenta dan janindalam kandungan (Poedyasmoro, 2005)Anemia pada wanita masa nifas (pasca persalinan) juga umum terjadi, sekitar10% dan 22% terjadi pada wanita post partum dari keluarga miskin (DepartemenGizi dan Kesehatan Masyarakat, 2008). Pengaruh anemia pada masa nifas adalahterjadinya subvolusi uteri yang dapat menimbulkan perdarahan post partum,memudahkan infeksi puerperium, pengeluaran ASI berkurang dan mudah terjadiinfeksi mamae (Prawirohardjo, 2005). Faktor- faktor yang mempengaruhi anemiapada masa nifas adalah persalinan dengan perdarahan, ibu hamil dengan anemia,nutrisi yang kurang, penyakit virus dan bakteri (Prawirohardjo, 2005).Penyerapan besi juga dipengaruhi oleh adanya zat-zat penghambatpenyerapan besi, yaitu asam fitat, asam oksalat, dan tannin yang banyak h.Untuk meningkatkanpenyerapan besi, dianjurkan untuk lebih banyak mengkonsumsi vitamin C danprotein hewani (Waryana, 2010).Penyebab anemia gizi besi, selain karena adanya budaya makan pada masanifas seperti pantangan terhadap makanan hewani, demikian juga faktor ekonomi

3merupakan penyebab pola konsumsi masa nifas kurang baik, tidak semua masyarakatdapat mengkonsumsi lauk hewani dalam sekali makan. Padahal pangan hewanimerupakan sumber zat besi yang tinggi absorbsinya (Waryana, 2010).Untuk keadaan ini, World Health Organization menganjurkan untukmemberikan suplementasi Fe kepada ibu menyusui, karena keperluan zat besi padamasa ini tidak dapat dipenuhi hanya dari makan saja. Ibu nifas sangat disarankanuntuk minum pil besi selama masa nifas yang harus diminum setiap hari. Pil inidibagikan secara gratis melalui kegiatan posyandu. Suatu penelitian menunjukanbahwa nifas yang tidak minum pil besi mengalami penurunan ferritin (cadangan besi)cukup tajam (Khomsan, 2003).Walaupun terdapat sumber makanan nabati yang kaya besi, seperti daunsingkong, kangkung, dan sayuran berwarna hijau lainnya, namun zat Fe dalammakanan tersebut lebih sulit penyerapannya. Dibutuhkan porsi yang besar darisumber nabati tersebut untuk mencukupi kebutuhan zat besi dalam sehari, danjumlah tersebut tidak mungkin terkonsumsi. Sehingga dalam kondisi kebutuhan Fetidak terpenuhi dari makanan, maka pilihan untuk memberikan tablet besi Folat dansirup besi guna mencegah dan menanggulangi anemia menjadi sangat efektif danefisien (Depkes R.I, 2005).Pada ibu menyusui, kebutuhan zat gizi termasuk vitamin dan mineralmeningkat. Zat gizi tersebut tidak saja diperlukan oleh ibu menyusui untukmemulihkan kondisi tubuh setelah melahirkan tetapi juga untuk memenuhikebutuhan gizi bayi yang baru dilahirkan. Bayi berumur 0-6 bulan memang harusdidukung dengan zat gizi yang dikonsumsi ibunya. Dengan demikian, yang palingpenting adalah setiap makanan atau minuman yang dikonsumsi harus mengandung

4zat gizi yang cukup dan seimbang sehingga air susu yang bermutu dapat diproduksioleh tubuh ibu menyusui dalam jumlah yang cukup (Syaifuddin, 2004).Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Syarif (2004) meneliti Faktor-faktoryang Berhubungan dengan Kejadian Anemia Gizi pada Ibu nifas di KabupatenSerang dan Tangerang Jawa Barat tahun 2004, menghasilkan kesimpulan yaitupengetahuan ibu nifas tentang gizi terbukti sebagai salah satu faktor yang ikutmenentukan terhadap terjadinya anemia gizi pada ibu masa nifas. Anemia gizi padaibu nifas yang mempunyai pengetahuan gizi dengan katagori rendah mempunyairisiko 2,39 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang mempunyai pengetahuangizi dengan katagori tinggi. Sementara pendidikan ibu pada penelitian ini tidakkelihatan hubungannya dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil.Menurut United Nation (WHO) tingginya prevalensi anemia pada masa nifasdapat menyebabkan terjadinya kematian ibu bersalin atau nifas sebagai akibatkomplikasi penanganannya. Sekitar 50% dari kematian di negara-negara berkembangdisebabkan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh anemia defisiensi besi(Khomsan, 2003).Pada saat ini angka kematian ibu dan angka kematian perinatal di Indonesiamasih sangat tinggi. Menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (1994)angka kematian ibu adalah 390 per 100.000 kelahiran hidup dan Angka KematianPerinatal adalah 40 per 1.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan negaranegara lain maka angka kematian ibu di Indonesia adalah 15 kali Angka KematianIbu di Malaysia, 10 kali lebih tinggi daripada Thailand, atau 5 kali lebih tinggi daripada Philipina (Budihardjo, 2004).

5Di Indonesia, dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007,prevalensi anemia ternyata masih tinggi pada berbagai kelompok umur. Sedangkandi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), berdasarkan Profil Kesehatan,jumlah anemia ibu hamil masih tinggi, akan tetapi sudah dapat diturunkan dari 70%sampai dengan menjadi 43,5%, sedangkan hasil survey UNICEF di Provinsi NADpada bulan Maret 2005, terdapat 30% Wanita Usia Subur (WUS) menderita anemia(Dinkes Prov.NAD, 2007).Menurut profil kesehatan Kabupaten Aceh Barat Tahun 2012, diketahuibahwa jumlah pemberian tablet besi pada tahun 2011 adalah 94,2%, tahun 2012sebesar 99,0% dan terjadi penurunan sebesar 68,6%, sementara itu jumlah ibu nifasyang dilayani dengan pelayanan ibu nifas sebesar 81,5 % (Dinkes Aceh Barat, 2013).Sedangkan data dari Puskesmas Kaway XVI berdasarkan profil kesehatantahun 2012, diperoleh informasi pelayanan ibu nifas dilakukan 3 kali setelah 6 jampasca persalinan sampai dengan 3 hari. Kemudian 1 kali pada hari ke 8 – 14,dilanjutkan 1 kali pada hari ke 25 – 42, termasuk pemberian vitamin A dosis tinggidan pemasangan alat kontrasepsi. Jumlah ibu nifas yang dilayani pelayanan nifasadalah 443 orang ibu nifas (Dinkes Aceh Barat, 2013).Upaya-upaya dalam penanggulangan anemia gizi terutama pada ibumenyusui adalah memberikan pendidikan kesehatan dalam upaya peningkatanpengetahuan ibu yang dilakukan saat kunjungan rumah yaitu konseling. Konselingdilakukan secara individual dalam hal membantu individu (ibu nifas) dalam merubahprilakunya kearah yang lebih baik (WHO, 2003).Perubahan prilaku diharapkan melalui konseling yang diharapkan dapatterjadi perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berpengaruh langsung

6pada prilaku ibu nifas dalam mengkonsumsi suplemen tablet besi, danmengkonsumsi makanan bergizi selama masa nifas. Menurut Murphy (2005)konseling yang dilakukan akan berpengaruh langsungpada prilaku kesehatanindividu.Perubahan prilaku memerlukan kesiapan, oleh karena itu dalam proseskonseling diperlukan pemahaman akan perubahan tersebut. Kesiapan individu untukmerubah, menurut Murphy (2005) dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan,keterampilan, persepsi, kepercayaan, nilai, motivasi dan tingkat percaya diri danharga diri (self esteem) serta membutuhkan persetujuan orang lain.Konseling gizi yang diberikan pada ibu nifas agar dapat memberikan dampakpada status gizi ibu, terutama anemia gizi serta meningkatkan kesehatan bayi yangbaru dilahirkan. Berdasarkan hal tersebut di tasa, maka perlu dilakukan penelitianhubungan Konseling gizi dengan kejadian anemia pada ibu nifas di MukimPeureumeue Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.1.2.Rumusan MasalahBagaimana hubungan konseling gizi dengan anemia pada ibu nifas di MukimPeureumeue Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.1.3.Tujuan PenelitianUntuk menganalisis hubungan konseling gizi dengan anemia pada ibu nifasdi Mukim Peureumeue Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.

71.4.Hipotesis PenelitianHipotesis adalah pernyataan yang masih lemah dan perlu diuji kebenarannya,sehingga membutuhkan pembuktian untuk menegaskan apakah hipotesis tersebutdapat diterima atau tidak/ditolak. Hipotesis dalam penelitian ini adalah : Adahubungan konseling gizi dengan anemia pada ibu nifas di Mukim PeureumeueKecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.1.5.Manfaat Penelitian1) Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh BaratSebagai bahan informasi dalam mengambil kebijakan program kesehatankhususnya pelayanan kesehatan ibu nifas.2) Bagi Puskesmas Kaway XVISebagai masukan bagi pengelola program gizi dan program KIA untuk perbaikandimasa yang akan datang khususnya di Puskesmas Kaway XVI Kabupaten AcehBarat.3) Bagi Ibu NifasSebagai bahan informasi dalam meningkatkan kesehatan ibu nifas dan bayidiberikan ASI secara ekslusif sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan.menyelesaikan studi. Penelitian ini diharapkan menjadi salah satu acuan bagipeneliti lain yang akan melakukan penelitian serupa.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1.Konseling2.1.1. Pengertian KonselingKonseling atau penyuluhan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukanoleh seorang ahli (disebut konselor/pembimbing) kepada individu yang mengalamisesuatu masalah (disebut konsele) yang bermuara pada teratasinya masalah yangdihadapi klien. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Frank Parsons pada tahun1908 saat ia melakukan konseling karier. Selanjutnya juga diadopsi oleh Carl Rogersyang kemudian mengembangkan pendekatan terapi yang berpusat pada klien (clientcentered) (Saptanto, 2012).Dibanding dengan psikoterapi, konseling lebih berurusan dengan klien(konseli) yang mengalami masalah yang tidak terlalu berat sebagaimana halnya yangmengalami psikopatologi, skizofrenia, maupun kelainan kepribadian. Umumnyakonseling berasal dari pendekatan humanistik dan berpusat pada klien. Konselor jugaberhubungan dengan permasalahan sosial, budaya, dan perkembangan selainpermasalahan yang berkaitan dengan fisik, emosi, dan kelainan mental. Dalam halini, konseling melihat kliennya sebagai seseorang yang tidak mempunyai kelainansecara patologis. Konseling merupakan pertemuan antara konselor dengan kliennyayang memungkinkan terjadinya dialog dan bukannya pemberian terapi atauperawatan (treatment). Konseling juga mendorong terjadinya penyelesaian masalaholeh diri klien sendiri (Saptanto, 2012).Konseling dapat dilakukan dalam berbagai bidang kehidupan, seperti dimasyarakat, di dunia industri, membantu korban bencana alam, maupun di8

9lingkungan pendidikan. Khusus pada dunia kesehatan, bimbingan konseling(konseling kesehatan) dan dilakukan oleh tenaga kesehatan (misalnya; konselor ASIekslusif) (Saptanto, 2012)2.1.2. Dasar Bimbingan dan KonselingDasar bimbingan dan konseling adalah ketentuan-ketentuan yang harusditetapkan dalam peyelenggaraan pelayanan, agar kegiatan pelayanan tersebut dapatterlakasana dengan baik serta mendapat hasil yang memuaskan bagi konseling. Dasarbimbingan dan konseling tersebut adalah (Walgito, 2010) :1) Asas KerahasiaanYaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakannya segenapdata dan keterangan peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan, yaitu dataatau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui orang lain. Dalam hal ini,guru pembimbing (konselor) berkewajiban memelihara dan menjaga semua data danketerangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin,2) Asas KesukarelaanYaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dankerelaan klien mengikuti/menjalani layanan/kegiatan yang diperuntukkan baginya.Pembimbing (konselor) berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaanseperti itu.3)Asas KeterbukaanYaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar klien yangmenjadi sasaran layanan/kegiatan bersikap terbuka dan tidak berpura-pura, baikdalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerimaberbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya.Pembimbing (konselor) berkewajiban mengembangkan keterbukaan klien. Agar

10peserta didik klien mau terbuka, pembimbing (konselor) terlebih dahulu bersikapterbuka dan tidak berpura-pura. Asas keterbukaan ini bertalian erat dengan asaskerahasiaan dan dan kekarelaan.4)Asas KegiatanYaitu asas bimbingan konseling yang menghendaki agar klien yang menjadisasaran layanan dapat berpartisipasi aktif di dalam penyelenggaraan/kegiatanbimbingan. Pembimbing (konselor) perlu mendorong dan memotivasi peserta didikuntuk dapat aktif dalam setiap layanan/kegiatan yang diberikan kepadanya.5)Asas KemandirianYaitu asas yang menunjukkan pada tujuan umum bimbingan dan konseling,yaitu klien sebagai sasaran layanan/kegiatan bimbingan dan konseling diharapkanmenjadi individu-individu yang mandiri, dengan ciri-ciri mengenal diri sendiri danlingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan, serta mewujudkan dirisendiri. Konselor hendaknya mampu mengarahkan segenap layanan bimbingan dankonseling bagi berkembangnya kemandirian klien.6)Asas KekinianYaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar obyek sasaranlayanan bimbingan dan konseling yakni permasalahan yang dihadapi peserta kliendalam kondisi sekarang. Kondisi masa lampau dan masa depan dilihat sebagaidampak dan memiliki keterkaitan dengan apa yang ada dan diperbuat klien pada saatsekarang.7)Asas KedinamisanYaitu asas yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran layanan(klien) hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta

11berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu kewaktu.8)Asas KeterpaduanAsas yang menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dankonseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, salingmenunjang, harmonis dan terpadukan. Dalam hal ini, kerja sama dan koordinasidengan berbagai pihak yang terkait dengan bimbingan dan konseling menjadi amatpenting dan harus dilaksanakan sebaik-baiknya.9)Asas KenormatifanAsas yang menghendaki agar segenap layanan dan kegiatan bimbingan dankonseling didasarkan pada norma-norma, baik norma agama, hukum, peraturan, adatistiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan – kebiasaan yang berlaku. Bahkan lebihjauh lagi, melalui segenap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling ini harus dapatmeningkatkan kemampuan klien dalam memahami, menghayati dan mengamalkannorma-norma tersebut.10) Asas KeahlianAsas yang menghendaki agar layanan dan kegiatan bimbingan dan konselingdiselnggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksanalayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling lainnya hendaknya tenaga yangbenar-benar ahli dalam bimbingan dan konseling. Profesionalitas konselor harusterwujud baik dalam penyelenggaraaan jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingandan konseling dan dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.11) Asas Alih Tangan KasusYaitu asas yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampumenyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas

12suatu permasalahan klien kiranya dapat mengalih-tangankan kepada pihak yanglebih ahli. Konselor dapat menerima alih tangan kasus dari keluarga, atau ahli lain.Demikian pula, sebaliknya guru pembimbing (konselor), dapat mengalih-tangankankasus kepada pihak yang lebih kompeten, baik yang berada di dalam lembagakesehatan maupun di luar lembaga kesehatan yang relevan.12. Asas Tut Wuri HandayaniYaitu asas yang menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konselingsecara keseluruhan dapat menciptakan suasana mengayomi (memberikan rasa aman),mengembangkan keteladanan, dan memberikan rangsangan dan dorongan, sertakesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta klien.2.1.3. Prinsip KonselingPrinsip-prinsip yang dimaksud adalah hal-hal yang menjadi pegangan dalamproses bimbingan dan konseling. Prinsip-prinsip ini berasal dari konsep-konsepfilosofis tentang kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian layanan bantuanatau bimbingan. Prinsip-prinsip itu adalah sebagai berikut (Walgito, 2010) :1)Bimbingan diperuntukkan bagi semua individu (guidance is fo all individuals).Prinsip ini berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua upunyangbermasalah.Pendekatan yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifatpreventif dan pengembangan daripada penyembuhan (kuratif) dan lebihdiutamakan teknik kelompok daripada perseorangan (individual).2)Bimbingan bersifat individualisasiSetiap individu bersifat unik (berbeda satu sama lainnya), dan melaluibimbingan individu dibantu untuk memaksimalkan perkembangan keunikannya

13tersebut. Prinsip ini juga berarti bahwa yang menjadi focus sasaran bantuanadalah individu, meskipun layanan bimbingannya menggunakan kelompok.3)Bimbingan menekankan hal yang positifBimbingan merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dankesuksesan, karena bimbingan merupakan cara untuk membangun pandanganyang positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan, dan peluang untukberkembang.4)Bimbingan merupakan usaha bersamaBimbingan bukan hanya tugas atau tanggung jawab konselor, tetapi jugatugas guru-guru dan kepala sekolah. Mereka sebagai teamwork terlibat dalamproses bimbingan.5)Pengambilan keputusan merupakan hal yang esensial dalam bimbinganBimbingan diarahkan untuk membantu individu agar dapat melakukanpilihan dan mengambil keputusan.Bimbingan mempunyai peranan untukmemberikan informasi dan nasihat kepada individu, yang itu semua sangatpenting baginya dalam mengambil keputusan.Kehidupan individu diarahkanolehtujuannya,danbimbi

Konseling gizi yang diberikan pada ibu nifas agar dapat memberikan dampak pada status gizi ibu, terutama anemia gizi serta meningkatkan kesehatan bayi yang baru dilahirkan. Berdasarkan hal tersebut di tasa, maka perlu dilakukan penelitian hubungan Konseling

Related Documents:

Handayani tentang hubungan umur, masa kerja dan status gizi dengan produktivitas perajin wanita bagian pencetakan awal genteng di Desa Demakan Kabupaten Sukoharjo. Dengan hasil ada hubungan bermakna antara umur dan produktivitas dengan nilai p 0,017 (p 0,05) tidak ada hubungan

Keadaan gizi dan kesehatan masyarakat tergantung pada tingkat konsumsi, Dewasa ini Indonesia menghadapi masalah gizi ganda, yakni masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih. Di satu pihak masalah gizi kurang yang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan, kurangnya pengetahuan .

DENGAN STATUS GIZI REMAJA PUTRI DI SMK MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA . Program Studi S1 Gizi Disusun Oleh: RICA ARIYANINGTIYAS 2015030095 INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2019 . ii . iii . iv PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul :

HUBUNGAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN GIZI DENGAN SISA MAKANAN PASIEN DI RUANG VIP RS PANTI RAPIH YOGYAKARTA BERNADETH DWI WAHYUNANI NIM : P07131216054 . Asuhan gizi pasien rawat jalan 2) Asuhan gizi pasien rawat inap 3) Penyelenggaraan makanan 4) Penelitian dan pengembangan gizi (Kemenkes, 2013). .

Bimbingan dan Konseling 47 VI.PENGEMBANGAN 50 LAMPIRAN 51 1.Laporan kegiatan harian dan/mingguan52 2.laporan layanan konseling individu 53 3.Silabus layanan bimbingan dan konseling kurikulum 2004 54 4.Satuan kegiatan layanan/pendukung bimbingan dan konseling 55 5.Gambar ruang pelayanan bimbingan dan konseling (Standar Unit Sekolah Baru) 56

konseling, bimbingan, dan psikoterapi 2. Mahasiswa dapat memahami, mengerti, dan menjelaskan dasar-dasar konseling di dalam 1. Fungsi psikologi dalam pengamalannya sebagai ilmu 2. Pengertian konseling, bimbingan, dan psikoterapi 3. Fungsi konseling 4. Tipe Konseling 5. Karakteristik Konseling 1, 2 3 x 50 menit Partisipasi Mahasiswa 5 % 1, 6,7

Square menunjukkan hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan kepatuhan diet (p 0,05). Hasil uji Fisher’s Exact menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan gizi dengan kepatuhan diet (p 0,05). Kesimpulan penelitian ini yaitu ada hubungan yang bermakna antara tingkat

Civil Engineering is a profession that applies the basic principles of Science in conjunction with mathematical and computational tools to solve problems associated with developing and sustaining civilized life on our planet. Civil Engineering works are generally one-of-a-kind projects; they are often grand in scale; and they usually require cooperation among professionals of many different .